“Itu yang kita syukuri, karena tim-tim peserta senang bisa tampil di turnamen kita. Mungkin karena kita mengemas turnamen sebaik mungkin, jadi peserta nyaman bertanding, walaupun dari segi hadiah juga tidak terlalu bombastis.”lanjut H. Yasman, yang merupakan tokoh sepakbola Sungayang, sekaligus pemrakarsa lahirnya turnamen ini.
Salah satu yang menjadi perhatian Panpel Jordus adalah sarana pertandingan. Lapangan Pulai memang hanya lapangan kampung, tapi jangan berfikir lapangan ini terlalu semenjana kualitasnya. Soal permukaan lapangan dan rumput, lapangan ini pantas disebut salah satu yang terbaik di Sumatra Barat.
Tahun ini, selain lapangan tribun penonton di semua sisi lapangan terus dibenahi, untuk memberi kenyamanan bagi penonton. Disamping tribun, “stadion pulai” ini punya bench yang lumayan juga bagi pemain cadangan tim yang bertanding, meski tak terbuat dari bahan semacam fiberglass, tapi sudah lebih dari cukup menjadi sebuah bench yang nyaman bagi tim yang bertanding.
Well, dengan kondisi itu, turnamen ini boleh dikatakan turnamen lokal paling “bergengsi” di Sumbar. Meskipun turnamen Jordus Cup ini orientasi utamanya bukan prestasi, tapi lebih sebagai arena silaturhami dan hiburan rakyat. Tapi pesan pentingnya adalah bagaimana upaya orang-orang itu agar sepakbola tetap hidup dan bergairah. Sepakbola adalah bahasa universal, pemersatu, bukan ajang perpecahan, apalagi menciptakan konflik.