Setya Novanto Dan Andi Narogong Beberkan Cara Atur Duit E-KTP Di Pengadilan

Metro6 Views

kabarin.co – Ada yang menarik dalam persidangan Andi Agustinus alias Andi Narogong  di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, Senin 14 Agustus 2017 kemarin. Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi, Eva Yustisiana, peran

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto dalam mengatur proyek kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP) dibeber di pengadilan.

Setya Novanto Dan Andi Narogong Beberkan Cara Atur Duit E-KTP Di Pengadilan

Misalnya saja, Setya Novanto disebut mengikuti sejumlah pertemuan dengan pejabat Kementerian Dalam Negeri dan anggota Dewan untuk mengatur proyek E-KTP itu.  Salah satu pertemuan terjadi pada Februari 2010 di Hotel Gran Melia, Kuningan, Jakarta Selatan. “Terdakwa mengajak Irman (pejabat Kementerian Dalam Negeri) menemui Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Partai Golkar yang merupakan kunci penganggaran di DPR,” kata Jaksa Penuntut Eva Yustisiana.

Dalam pertemuan itu terjadi perkenalan antara Irman, Sugiharto, dan bekas Sekretaris Jenderal Kemdagri Diah Anggraeni dengan Setya. Saat itu, Setya menyatakan dukungannya terhadap pembahasan anggaran proyek e-KTP. Tindak lanjut dari pertemuan itu adalah kembali diadakan pertemuan antara Setya, Andi, dan Irman di ruang kerja Setya di gedung DPR lantai 12.

Kali ini, Andi dan Irman meminta komitmen dari Setya agar pembahasan anggaran untuk proyek e-KTP bisa mulus di DPR. Setya saat itu berujar, “Ini sedang kami koordinasikan.” Dia juga meminta agar Irman menghubungi Andi untuk perkembangan pembahasan proyek ini. “Itu punya maksud perkembangannya nanti akan disampaikan oleh Andi sebagai representasi dari Setya Novanto,” kata Eva.

Setelah itu, sejumlah pertemuan pun dilakukan oleh Andi bersama Setya sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar untuk memperoleh kesepakatan mengenai besaran anggaran untuk proyek e-KTP bersama fee yang akan dibagikan kepada sejumlah anggota DPR. “Anggaran yang disepakati lebih-kurang Rp 5,9 triliun,” kata Eva. Kesepakatan itu juga dibuat bersama Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin.

Nama Setya juga masuk dalam daftar yang akan menerima jatah dari fee proyek yang telah disepakati sebelumnya. Jumlahnya Rp 574 miliar atau sekitar 11 persen dari nilai proyek. Ada juga jatah bagi sejumlah anggota DPR dan partai-partai dengan total Rp 560 miliar.

Atas campur tangan Setya dan Andi, proyek e-KTP itu pun disetujui DPR dengan anggaran tahun jamak 2011 dan 2012 sebesar Rp 5,9 triliun. Konsorsium yang berafiliasi dengan Andi, yaitu konsorsium Percetakan Negara Indonesia (PNRI), juga “dimenangkan” dalam lelang proyek pengadaan e-KTP.

Selanjutnya, sekitar September 2011, Setya didatangi oleh dua direktur anggota konsorsium PNRI, yaitu Direktur PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos, serta Direktur PT Quadra Solution, Anang Sudiharjo. Mereka meminta petunjuk kepada Setya perihal belum adanya uang muka dari Kemdagri untuk pengerjaan proyek. Setya pun meminta keduanya untuk terus melanjutkan proyek itu. “Belakangan, Andi pun mengirim uang sebesar Rp 36 miliar kepada Anang sebagai uang muka,” kata Eva.

Peran Setya itu sebenarnya pernah muncul dalam dakwaan dan tuntutan dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. Dia berperan dalam mengatur pembahasan anggaran dan pelaksanaan proyek e-KTP  serta ikut menerima aliran fee dari proyek yang merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun itu. Tapi, dalam vonis yang dibacakan hakim pada 21 Juli 2017, nama Setya sama sekali tak muncul lagi.

Seusai sidang, Andi Narogong  tak menjawab sejumlah pertanyaan. Pengacara Andi Agustinus, Samsul Huda, menyatakan kliennya tidak akan mengajukan pembelaan. “Kami akan langsung menanggapi alat-alat buktinya apa, saksi-saksi bicara apa,” kata dia. Dia juga enggan mengomentari soal isi dakwaan kasus e-KTP. “Kami tak akan bicara mana yang benar dan salah dulu, nanti kami cek,” ujarnya. Sedangkan Setya Novanto, kepada Tempo, beberapa kali membantah terlibat. “Demi Allah, demi Tuhan, saya tidak tahu,” katanya. (wck/tem)

Baca juga:

Titiek Soeharto Minta Setya Novanto Mundur dari Ketua Umum Golkar dan DPR

Menjadi Tersangka, Istana Pastikan Setya Novanto Bukan Pembaca Teks Proklamasi

Setya Novanto Tersangka, PDIP Singgung Kursi Pimpinan DPR