Vonis Baiq Nuril, Kado Pahit Kampanye Anti Kekerasan Terhadap Perempuan

kabarin.co – Anggota Komisi VIII DPR RI Rahayu Saraswati menyayangkan vonis Mahkamah Agung (MA) terhadap Baiq Nuril (36). Ia menilai vonis itu menjadi kado pahit Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence) yang jatuh bulan November ini.

“Ini kado pahit untuk perjuangan perempuan. Sangat disayangkan sepertinya keputusan MA tidak mempertimbangkan aspek kekerasan verbal yang diterima Nuril,” kata Rahayu di Jakarta, Kamis (15/11).

Vonis Baiq Nuril, Kado Pahit Kampanye Anti Kekerasan Terhadap Perempuan

MA memvonis Baiq Nuril hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan bui. Mantan Guru Honorer SMAN 7 Mataram, NTB dinilai melanggar pasal 27 ayat 1 UU ITE karena menyebarkan informasi elektronik bermuatan materi asusila.

Di sisi lain Nuril dinilai sejumlah pihak merupakan korban pelecehan seksual secara verbal oleh eks kepala sekolah SMAN 7 Kota Mataram, Muslim, saat keduanya bertemu ataupun melalui saluran telefon.

“Nuril merekam itu sebagai bukti adanya perilaku kekerasan oleh atasannya bilamana nanti terjadi perkara hukum di masa mendatang, dia memiliki satu bukti, selain kesaksiannya,” ujarnya.

Rekaman Nuril tersebar saat rekan  sekantornya HIM dan NA meminjam telepon gengamnya. Nuril tidak menyadari ternyata isi rekaman dalam teleponnya dikemudian hari tersebar dan berujung pada pelaporan Muslim ke kepolisian.

Sara menilai “kuatnya” UU ITE dalam menjerat Nuril tidak sepadan dengan upaya negara melindungi perempuan dari segala aksi kekerasan.

Hukuman terhadap Nuril ini akan memasung kembali semangat para perempuan di Indonesia dalam upaya melindungi diri dari ancaman kekerasan yang dapat menimpa mereka.

“Dengan segala hormat kepada MA, saya tidak melihat negara hadir dalam putusan tersebut.  Seorang perempuan yang berani bersuara karena mendapatkan kekerasan, itu sudah sesuatu yang luar biasa di Indonesia, karena mayoritas memilih diam,” ujarnya.

Sara menilai perlu adanya revisi terhasap UU ITE dalam perpesktif upaya seseorang melindungi hak-haknya.

Ia juga berharap Komisi VIII dan pemerintah bisa segera merampungkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai langkah maju perlindungan terhadap perempuan.

“Salah satunya mengatur mengenai terjadinya kekerasan seksual karena relasi kuasa. Dimana kasus itu terjadi karena pelaku memanfaatkan kekuasaannya kepada korban, seperti kasus bu Nuril ini,” tutupnya. (arn)

Baca Juga:

RUU Kekerasan Seksual Rampung Sebelum 2019

Cuitan Fahri Hamzah di Twitter Menuai Reaksi dari Aktivis Antikekerasan Perempuan

Tahun Ini. Puluhan Kasus Kekerasan Seks Terhadap Anak Terjadi Di Sukabumi