Akiong, Teman Freddy Budiman Buka – Bukaan Soal Perwira Polisi Minta Duit

kabarin.co – Jakarta, Terpidana mati penyelundupan 1,4 juta butir ekstasi asal Cina, Chandra Halim alias Akiong, buka-bukaan kepada Tim Pencari Fakta testimoni Freddy Budiman. Akiong adalah kawan sekongsi Freddy. “Akiong cerita soal perwira menengah yang memeras dia,” kata Effendi Gazali, salah satu anggota Tim Pencari Fakta, pekan lalu.

Akiong dan Freddy tiga kali berkongsi dalam bisnis haram ini. Terakhir kali keduanya mengendalikan penyelundupan 1,4 juta butir ekstasi asal Cina dari dalam Lembaga Pemasyarakatan Cipinang. Penyelundupan ini dibongkar Badan Narkotika Nasional pada Mei 2012. Akiong dan Freddy sama-sama dihukum mati.

Belakangan, penyelundupan ini kembali hangat dibicarakan. Sebabnya, beberapa jam sebelum Kejaksaan Agung mengeksekusi mati Freddy, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar membuat tulisan yang menghebohkan.

Tulisan ini beredar beberapa jam sebelum eksekusi mati Freddy pada akhir Juli lalu. Dalam catatan berjudul “Cerita Busuk dari Seorang Bandit” ini, Haris mengutip curhat Freddy, yang ditemuinya di Lembaga Pemasyarakatan Batu, Nusakambangan, Cilacap, medio 2014.

Salah satu isi tulisan tersebut memuat “pengakuan” Freddy bahwa ia pernah menyuap perwira polisi sebesar Rp 90 miliar. Pada awal Agustus lalu, Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian membentuk tim pencari fakta untuk menelisik cerita tersebut. Tim yang terdiri atas 15 polisi dan tiga warga sipil—Hendardi; anggota Komisi Kepolisian Nasional, Poengky Indarti; dan Effendi Gazali—ini diberi waktu 30 hari untuk bekerja.

Dari beberapa sumber, Tempo memperoleh rekaman percakapan Akiong dengan Tim Pencari Fakta. Salah satunya soal Akiong yang bercerita tentang seorang perwira menengah polisi yang memerasnya. “Dia berjanji bisa meringankan hukuman saya,” kata Akiong seperti dalam rekaman.

Tim Pencari Fakta mengatakan polisi tersebut berpangkat Ajun Komisaris Besar berinisial KPS. Dalam rekaman percakapan tersebut, Akiong jelas menyebut nama depannya.

Akiong mengatakan peristiwa itu terjadi pada 2011. “Saya dijebak bandar lain,” ujarnya. Ia mengaku baru tahu bahwa bandar tersebut dekat dengan “Ajun Komisaris Besar KPS”. Waktu itu KPS masih duduk di salah satu kepolisian resor yang ada di Jakarta.

Akiong saat itu ditangkap di Apartemen Laguna Blok C kamar 2109, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara. Dari tempat tinggalnya ditemukan ratusan ribu pil ekstasi dan sabu.

Menurut Akiong, kemudian Ajun Komisaris Besar KPS meminta uang Rp 688 juta agar hukuman Akiong ringan. Namun, kata Akiong, meski sudah diberi uang, nyatanya ia tetap dihukum penjara seumur hidup.

Selain meminta uang, Ajun Komisaris Besar KPS pernah menawari Akiong “cepu” polisi. Cepu adalah istilah yang merujuk pada informan. “Tapi saya tolak,” tuturnya.

Tempo sudah beberapa kali menghubungi Ajun Komisaris KPS. Pesan WhatsApp hanya dibaca. Didatangi kantornya juga nihil.

Ketua Tim Pencari Fakta Inspektur Pengawasan Umum Polri Komisaris Jenderal Dwi Priyatno mengatakan sudah menindaklanjuti temuan terkait dengan Ajun Komisaris Besar KPS. “Dia sudah kami periksa,” ucap Dwi. “Dalam waktu dekat, akan segera digelar sidang kode etik.” (tem)

Baca Juga:

Sudah Diduga TPGF Freddy Budiman Impoten

Nama–nama Pejabat Polri dan TNI dalam Kasus Freddy Budiman

Komisi III Disebut Akan Terus Amati Perkembangan Polemik “Curhat” Freddy Budiman