Hanya saja, dolar AS hari ini memang tengah perkasa yang disebabkan karena dua hal. Pertama, pasar memilih bertahan (wait and see) terhadap keputusan final perceraian Inggris dari Uni Eropa (Brexit). Sebab semalam, parlemen Inggris kembali menolak seluruh usulan terkait paket kompensasi bagi Inggris (deal). Padahal Uni Eropa memberi tenggat waktu hingga 12 April bagi Inggris untuk menentukan pilihan.
Akibatnya, pelaku pasar kian tak percaya lagi dengan kondisi ekonomi Inggris. Sehingga, investor mengalihkan aset instrumennya ke dolar AS yang dianggap sebagai instrumen yang aman (safe haven). Tak heran, nilai poundsterling jatuh, sementara dolar AS kian berkibar.
Kemudian, ini diperkuat dengan faktor kedua, yakni data manufaktur AS. Semalam, indeks manufaktur AS pada Maret tercatat di angka 55,3, atau membaik dari bulan sebelumnya 54,2. Angka ini bikin pelaku pasar ‘pede’ dengan ekonomi AS.
“Tapi kalau dilihat dari sebelumnya, memang ada perlambatan ekonomi di AS. Tapi kalau dibanding negara utama lainnya, justru perekonomian AS masih punya prospek bagus. Apalagi kalau dibandingkan dengan zona Eropa dan Inggris, AS bisa dibilang negara yang paling solid,” ujar Dini kepada CNNIndonesia.com, Selasa (2/4).