kabarin.co – Jakarta, Presiden Joko Widodo memberikan sambutan saat silaturami peserta Rapat Pimpinan Nasional Partai Amanat Nasional di Hotel Bidakara, Jakarta, Ahad (13/11). Dalam sambutannya Presiden memberikan penjelasan tentang kondisi ekonomi Indonesia terkini.
Salah satunya mengenai pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Namun menurut pengamat ekonomi Faisal Basri, Jokowi telah membuat sejumlah kekeliruan.
“Berita malam ini Presiden Banyak salahnya terdiri dari 11 alinea. Dua alinea pertama merupakan pengantar,” tulis Faisal Basri di laman pribadinya, semalam.
Berikut sejumlah kekeliruan Jokowi:
1. Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Faisal pada alinea ke-3, Jokowi mengatakan, “Pertama, kita tahu semuanya. Ekonomi dunia, ekonomi global sedang lesu, melambat. Perkiraan 4,3 persen turun di Bank Dunia, di IMF. Menurunkan jadi 3,1. Tahun depan diperkirakan masih melambat lagi. Ini tantangan yang sangat berat, yang mau tak mau harus kita hadapi.”
Faisal Basri berpendapat, pada Oktober IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi turun dari 3,2 persen tahun 2015 menjadi 3,1 persen pada 2016. Sebelumnya, pada Juni 2016, Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2016 dari 2,9 persen menjadi 2,4 persen. IMF dan Bank Dunia sepakat pertumbuhan ekonomi tahun 2017 diproyeksikan lebih tinggi dari tahun ini.
2. Indonesia Negara Tertinggi Ketiga
Alinea ke-4, Jokowi mengatakan, kondisi ekonomi di Indonesia tetap tumbuh. Dia memaparkan pencapaian pertumbuhan ekonomi Indonesia dari tiap triwulan. Menurut Jokowi, kondisi itu menempatkan Indonesia sebagai negara tertinggi ketiga di dunia.”
“Betul, pertumbuhan ekonomi Indonesia tertinggi ketiga di antara negara G-20. Tetapi jika dibandingkan dengan seluruh negara di dunia, kinerja Indonesia tidaklah di urutan ketiga. Masih banyak negara yang pertumbuhan ekonominya lebih tinggi dari Indonesia,” tegas Faisal Basri.
3. Inflasi
Menurut Faisal pada Alinea ke-10, Jokowi mengatakan, “Kemudian berkaitan dengan inflasi. Dalam 2 tahun ini, inflasi betul-betul bisa kita kendalikan dengan baik. Tahun yang lalu inflasi kita 3,35. Tahun ini target kita di bawah 3. Artinya, pergerakan harga-harga barang bisa dikendalikan dengan baik. Kalau pertumbuhan ekonominya 5 dan inflasi cuma 3,5. Artinya ada keuntungan 1,5 yang kita nikmati. ”
Faisal menilai, dunia menghadapi fenomena penurunan inflasi, terutama disebabkan penurunan harga minyak dan harga komoditas. “Kita patut bersyukur inflasi di Indonesia turun, namun negara lain turun lebih cepat lagi. Harga pangan masih kerap menyumbang inflasi terbesar di Indonesia,” katanya.
Hal yang paling mengganggu, menurut Faisal adalah pernyataan, “Kalau pertumbuhan ekonominya 5 dan inflasi cuma 3,5. Artinya ada keuntungan 1,5 yang kita nikmati.”
Faisal menjelaskan, pertumbuhan ekonomi mencerminkan peningkatan riil produksi barang dan jasa. Jadi sudah menghilangkan faktor kenaikan harga.
Pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen berarti produksi barang dan jasa tumbuh secara riil sebesar 5 persen. Volume barang dan jasa tumbuh 5 persen. Tidak perlu lagi dikurangi dengan inflasi untuk memperoleh “keuntungan”.
Dalam perhitungan pertumbuhan PDB (produk domestik bruto) riil, pengaruh kenaikan harga sudah dikeluarkan dengan melakukan penyesuaian PDB nominal dengan GDP deflator. (epr/rep)
Baca Juga:
Pemerintah Klaim Pertumbuhan Ekonomi Berpeluang di Atas 5 Persen
Bank Dunia Utangi RI Rp 5,22 Triliun Untuk Reformasi Logistik