Jual Beli Jabatan Adalah Awal Korupsi di Daerah

kabarin.co – Jual beli jabatan di Klaten dan daerah lain dianggap bukan satu kasus yang terungkap saat pidana korupsi, Perdagangan tersebut jadi awal korupsi di daerah.

Peneliti diari ICW, menyatakan bahwa kasus jual beli jabatan, birokrasi dipaksa untuk layani pejabat publik supaya mereka aman, untuk cari dan sediakan logistik Pilkada ke depannya.

“Dalam konteks jual beli jabatan, birokrasi ini memang dipaksa untuk membeli jabatan. Birokrasi dipaksa harus layani atasan. Untuk naik jabatan harus setor. Jual beli jabatan bukan akhir tapi awal dari alur korupsi. Supaya posisinya aman ya harus terus melayani kepala daerah atau pejabat yang lebih tinggi tadi. Mereka sediakan logistik untukk memenangkan kandidat tertentu,” kata Ade dalam diskusi “Jual Beli Jabatan: Modus Baru Korupsi” di Jakarta, Kamis (12/1).

Penelitian ICW dari 2004, sampai 2016, Ade menyatakan bahwa tingkat pertama untuk korupsi dikejar dari DPRD dan DPR dan Kepala Daerah,

‘Untuk faktor Internal sendiri, korupsi dalam kategori pemerasan, meminta uang, tender, dan proyek kegiatan fiktif.

“Ada faktor utama (birokrasi melakukan korupsi), yakni tekanan dari atasan. Kalau di daerah, kepala daerah atau DPRD yang memaksa (birokrat) korupsi. Makanya dalam temuan kami birokrasi hanya eksekutor keputusan yang dibuat atasan,” ungkapnya.

Terkait jual beli tersebut, Ade mengatakan bahwa aparatur Sipil Negara (ASN) atau birokrat tidak layani warga, tapi juga untuk pejabat publik. Ade menganggap jual beli tersebut bukan untuk uang negara yang hilang.

Jual beli jabatan tersebut membuat negara tidak bisa layani warga karena birokrat hanya layani pejabat publik. Dalam teori apa saja, birokrasi memainkan peranan sebagai eksekutor.

“Bisa jadi dalam jangka panjang Indonesia jadi negara gagal kalau persoalan birokrasi tidak diselesaikan,” ungkapnya. (nap/bst)

Baca Juga:

Pemerintah Tawarkan Empat Jabatan Menteri Untuk Gerindra

Gagal Buktikan Makar, Arief Poyuono : Kapolri Harus Mundur Dari Jabatannya

Hasil Pleno Golkar Soal Posisi Jabatan Ketua DPR Tergantung Setnov