Komnas HAM Menemukan 10 Fakta Ihwal Bentrok TNI AU dan Warga di Medan

kabarin.co – Jakarta, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menemukan 10 fakta ihwal bentrok antara Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara dengan warga Desa Sari Rejo, Medan, Sumatera Utara, pada Senin 15 Agustus 2016. Ketua Tim Pemantauan dan Penyelidikan Bentrok TNI AU dan warga Sari Rejo Natalius Pigai mengatakan berdasarkan penyelidikan Komnas HAM pada 18-20 Agustus 2016, ditemukan adanya perbedaan persepsi warga dan TNI AU sehingga memunculkan persoalan sengketa tanah seluas 260 hektare.

Penduduk mengklaim bahwa tanah 260 hektare itu sebagai miliknya dengan berpedoman pada unsur historis, legalistik, dan faktual. Sedangkan menurut TNI AU tanah itu milik negara dan digunakan sebagai pangkalan militer. Tanah juga tercatat sebagai aset negara dalam Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Nomor 50506001.

“Atas dasar itu, tanah seluas 260 hektare itu merupakan bagian dari 591,3 hektare lahan aset Departemen Pertahanan cq. TNI AU Lanud Medan,” kata Natalius Pigai di Jakarta, Senin, 29 Agustus 2016.

Demonstrasi warga pada 3 Agustus 2016, ujar Natalius, dipicu pemasangan palang di wilayah lahan sengketa. Mereka unjuk rasa karena melihat  spanduk bertuliskan rencana pembangunan rumah susun untuk TNI AU di atas lahan itu.

Tim Pemantau Komnas HAM juga menemukan fakta adanya serangan sporadis oleh  Polisi Militer, Paskhas TNI AU, dan Pasukan Armed (Artileri Medan) yang bergabung secara tiba-tiba.

Fakta lain yang dikumpulkan Tim Pemantau ialah terjadinya bentrokan yang mengakibatkan 20 orang, termasuk dua jurnalis dan satu anggota TNI AU, terluka. Tentara juga merusak rumah, kendaraan warga, kamera, kartu tanda pengenal jurnalis, serta fasilitas umum seperti tempat ibadah.

Sejumlah oknum TNI AU, ujar dia, memasuki masjid tanpa melepas alas kaki. “Kami melihat di CCTV, orang yang masuk masjid tidak bermaksud melecehkan, tapi sedang mengejar. Dia muslim. Dugaan saya dia lupa melepas karena mengejar orang,” kata Natalius.

Fakta selanjutnya ialah terjadi kekerasan verbal oleh TNI AU kepada warga yang cenderung merendahkan martabat manusia. Kekerasan juga dilakukan terhadap anak di bawah umur yang dapat menimbulkan rasa takut dan trauma.

TNI AU juga menangkap seorang penduduk yang diduga sebagai provokator dan ditahan di Markas Lanud Soewondo. Warga itu, ujar Natalius, diduga telah diinterogasi dan disiksa anggota TNI AU.

Natalius mengatakan blokade jalan dilakukan warga di area publik, yakni akses masuk utama Pangkalan Udara Soewondo (Bandar Udara Internasional Polonia), Medan. Artinya, kata Natalius, TNI AU tidak dapat menerapkan konsekuensi hukum ala militer.

“Menghalau massa, menangkap, menginterogasi, dan menahan diperbolehkan bila dilakukan di area khusus instansi militer. Tapi ini di  jalan raya, akses masuk bandar udara, sehingga tidak bisa dikategorikan dalam area instalasi militer,” tuturnya. (tem)

Baca Juga:

TNI AU Kekurangan Pesawat Untuk Jaga Wilayah Perbatasan

Kericuhan di Medan, Rekaman CCTV Bantah “Cuci Tangan” TNI AU

Ini Penjelasan versi TNI, Soal Kericuhan Warga-TNI AU di Medan