MUI: Makar Selalu Makan Korban, Tidak Perlu Minta Maaf Soal Tragedi 1965

Nasional28 Views

kabarin.co, JAKARTA-Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Tengku Zulkarnaen menilai pemerintah Indonesia tak layak meminta maaf pada korban pembunuhan massal di tragedi 1965. Pernyataan ini dia ucapkan untuk menanggapi rekomendasi yang diberikan oleh majelis hakim dalam Pengadilan Rakyat Internasional (International People’s Tribunal/IPT).

“Pemerintah Indonesia tidak akan menanggapi,” kata Tengku saat dihubungi Tempo, Kamis, 21 Juli 2016. Menurut dia, pengadilan itu tidak bisa memaksa Indonesia untuk meminta maaf aats tragedi 1965.

Sidang IPT yang digelar pada 10-13 November 2015, di Den Haag, Belanda, itu bertujuan untuk mengadili pelaku kejahatan pasca-tragedi September 1965. Kesimpulan sidang internasional itu memutuskan bahwa tragedi 1965 adalah genosida atau pembunuhan besar-besaran secara berencana.

Baca juga: Putusan IPT Soal Peristiwa 1965, Indonesia Harus Minta Maaf Pada PKI?

Majelis hakim yang dipimpin oleh Zakeria Jacoob itu pun memberikan rekomendasi agar pemerintah Indonesia meminta maaf, memberikan kompensasi kepada korban dan keluarganya, serta melanjutkan penyelidikan dan penuntutan terhadap seluruh pelaku.

Tengku mengatakan kejadian pasca-tragedi September 1965 bukanlah genosida. Pembantaian anggota PKI pada saat itu, kata dia, bukan sesuatu yang direncanakan, pemberontakan pun berawal dari partai berlambang palu dan arit itu.

Bagi Tengku, pemberontakan yang memakan banyak korban adalah hal yang wajar terjadi di mana-mana. “Dibantai rakyat sendiri itu biasa. Coba, di mana ada pemberontakan komunis yang tidak tumpah darah?” katanya.

Di Indonesia, salah seorang pengambil kebijakan yang disebut ikut bertanggung jawab adalah mantan Presiden Soeharto, pemimpin Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban. Menurut Tengku, Soeharto bukan dalang dari pembunuhan masal 1965. “Justru Pak Harto yang menyelamatkan Indonesia dari PKI,” ujarnya. (tem)