Dia mengatakan, ada ungkapan bagi masyarakat Minang yang masih sering disebutkan sampai hari ini yaitu, “Urang Minang tu, Taimpik nak Di ateh Takuruang nak di lua”. Bila diartikan sepintas, maka sebagian besar orang menyimpulkan arti dari ungkapan tersebut dalam konotasi negatif yaitu “Cadiak Buruak/Caliah” (Licik).
Namun, bila diurut secara terminologi, kata tersebut mengisaratkan masyarakat minang harus berfikir Progresif dan Solutif, penuh makna yang perlu diartikan secara mendalam.
Di Minang sedari kecil sudah diajarkan kato nan ampek, kato nan ampek dimaknai sebagai pengklasifikasian cara berbicara orang Minang yaitu, bagaimana cara berbicara dengan orang lebih tua, cara berbicara dengan orang lebih kecil, cara berbicara dengan orang seumuran dan cara berbicara dengan orang yang disegani.
Namun, budaya tersebut bak seperti Hilang entah kemana. Fenomena masyarakat Minang hari ini, lebih mendahulukan ucapan dari pada berfikir yang kemudian akhirnya berujung pada hujatan.
” Bila ditelusuri, group media sosial masyarakat Minang hari ini, hampir merata hanya berisikan cacian dan makian, dan lebih memprihatinkan lagi, masyarakat mudah termakan provokasi oleh berita-berita hoax,” katanya.