Padang, Kabarin.co — Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Pemprov Sumbar) tengah mengintensifkan upaya penindakan terhadap maraknya aktivitas tambang ilegal di wilayahnya. Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumbar, Helmi Ariyanto, menyatakan bahwa langkah tegas kini didukung koordinasi lintas sektor bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).
“Gubernur sudah memimpin rapat bersama forkopimda untuk menyatukan pemahaman dan strategi penanganan. Dari hasil koordinasi tersebut, disepakati perlunya rapat koordinasi terbatas dengan para kepala daerah se-Sumatera Barat,” ujar Helmi saat diwawancarai, Kamis malam (16/10).
Selain penindakan, langkah preventif juga mulai dijalankan. Pemprov telah mengeluarkan instruksi kepada para bupati dan wali kota untuk aktif berkoordinasi dengan Forkopimda di daerah masing-masing dalam rangka penertiban tambang ilegal.
“Kami juga lakukan sosialisasi langsung hingga ke tokoh adat dan masyarakat, agar pemahaman tentang pentingnya mengikuti aturan pertambangan ini sampai,” jelas Helmi.
Menurutnya, Dinas ESDM terus menerima laporan dari masyarakat terkait aktivitas penambangan tanpa izin. Laporan-laporan tersebut langsung diteruskan ke Direktorat Jenderal Minerba untuk tindak lanjut.
Sebagai solusi jangka panjang, Pemprov Sumbar telah mengusulkan pembentukan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) kepada pemerintah pusat. Usulan ini sebagai bentuk legalisasi aktivitas pertambangan rakyat agar tidak lagi berada dalam zona abu-abu hukum.
“Kementerian sudah menyetujui WPR Sumbar. Total ada 497 blok yang kami usulkan, mencakup sekitar 17 ribu hektare. Setelah dilakukan penyaringan, ternyata hanya 317 blok dinilai berpotensi untuk ditetapkan sebagai WPR,” ungkap Helmi.
Katanya, 317 blok itu sangat berpotensi karena tidak terkoneksi sepertinya dengan hutan lindung dan hal-hal lain yang dapat menimbulkan gangguan lainnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa dari 17 provinsi yang mengajukan usulan WPR ke Kementerian ESDM, Sumbar termasuk salah satu yang mendapatkan prioritas percepatan penyusunan dokumen.
“Ada lima lokasi yang sudah disurvei tim Kementerian, yaitu di Dharmasraya, Sijunjung, Kabupaten Solok, Solok Selatan, dan Pasaman. Targetnya, dokumen WPR rampung dalam empat bulan ke depan. Jadi, pada semester I tahun 2026, WPR sudah bisa berjalan,” katanya.
Helmi juga menegaskan bahwa masyarakat lokal akan menjadi bagian penting dari implementasi WPR. Pemerintah mendorong agar masyarakat terlibat aktif melalui seperti badan usaha, baik secara perorangan maupun koperasi.
“Keterlibatan masyarakat adalah kunci. WPR ini bukan untuk korporasi besar, tapi untuk rakyat. Bisa dalam bentuk koperasi masyarakat atau juga dikoneksikan dengan koperasi Merah Putih yang sudah ada,” jelasnya.
Helmi optimistis bahwa dengan penegakan hukum yang kuat dan adanya legalitas melalui WPR, aktivitas tambang ilegal di Sumbar akan berkurang secara signifikan.
“Kesepahaman dan aksi nyata dari semua pihak adalah kunci. Ini kerja kolektif yang harus kita dorong bersama,” tutupnya.
Apresiasi dan Dorongan
Sementara itu, Anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Donizar, menyampaikan apresiasi tinggi kepada Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumbar atas perjuangan maksimal dalam mendorong Kabupaten Pasaman memperoleh Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
Menurut Donizar, langkah ini merupakan awal yang penting untuk memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
“Semoga ini bisa menjadi langkah awal untuk memberikan dampak yang luas kepada masyarakat dengan lingkungan yang terjaga,” ujar Donizar dalam keterangannya, Kamis (16/10).
Ia menilai perjuangan Dinas ESDM dalam mengupayakan penetapan WPR di Pasaman patut diapresiasi karena menunjukkan perhatian serius terhadap pengelolaan potensi sumber daya alam secara legal dan berkelanjutan.
Lebih lanjut, Donizar menekankan pentingnya konsolidasi lintas sektor ke depan agar potensi-potensi mineral yang dimiliki Kabupaten Pasaman bisa dimanfaatkan secara optimal.
“Konsolidasi ke depan sangat diharapkan agar potensi-potensi mineral di Kabupaten Pasaman bisa menimbulkan dampak ekonomi yang bagus dan mudharatnya bisa diantisipasi,” tambahnya.
Katanya, dengan adanya WPR, masyarakat diharapkan dapat mengelola pertambangan secara legal, aman, dan ramah lingkungan. Selain membuka peluang ekonomi baru, kebijakan ini juga dapat menekan praktik pertambangan ilegal yang kerap merugikan masyarakat dan lingkungan sekitar.
Pemerintah daerah bersama stakeholder terkait diharapkan segera menyusun langkah-langkah strategis dalam pengelolaan WPR, termasuk pembinaan terhadap penambang lokal, penyediaan fasilitas teknis, serta pengawasan terhadap dampak lingkungan. (Joni)