“Niat kami adalah branding digital. Jadi kami punya konten positif lalu dibuatkan meme, video untuk di posting. Dari awal kami semua sudah diingatkan dilarang posting kampanye hitam,” ujar Dimas dalam diskusi Lingkar Studi Politik Indonesia (LSPI) bertajuk Buzzer Politik di Media Sosial di Jakarta, Jumat (12/10).
Buzzer Ruang Sandi sudah tersebar dari Aceh Singkil hingga Ternate, Maluku. Mereka dibagi ke dalam berbagai grup Whatsapp yang dipetakan berdasarkan daerah pemilihan (dapil) dan sebaran caleg. Sejauh ini buzzer Ruang Sandi telah menyebar di platform Twitter, Instagram, Facebook dan YouTube.
Kepala Divisi Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahean mengatakan penggunaan buzzer di dalam kontestasi elektoral maupun pentas politik tidak bisa dihindari. Menurut dia memiliki buzzer sebuah keharusan karena di zaman digital masyarakat dari sudut mana pun bisa dijangkau lewat media sosial.
“Buzzer politik adalah kebutuhan tapi dalam prakteknya tata caranya harus dirapikan lagi. Banyak akun anonim yang bekerja sebagai buzzer dan mereka bebas mencaci dan menghina,” ujar Ferdinand.