“DPR saya kira tidak pernah berhenti, karena saya sendiri pernah menghadiri rapat konsultasi dengan presiden, dan presiden sebetulnya sudah setuju dengan pikiran mengubah UU KPK ini sesuai dengan permintaan banyak pihak,” tegas dia.
Fahri menuturkan, salah satu poin revisi UU KPK adalah membentuk dewan pengawas di lembaga antirasuah. Menurutnya, dewan pengawas harus ada agar KPK tak bertindak sewenang-wenang.
“KPK enggak ada pengawas. Kan kita sudah tahu banyak sekali akibatnya, pelanggaran yang kita terpaksa tutup karena KPK dianggap holy law, dianggap enggak boleh salah, harus dianggap suci, kalau mulai dianggap kotor, nanti orang enggak takut, dianggapnya begitu,” kata Fahri.
Kemudian Fahri juga menyoroti revisi UU KPK soal pemberian kewenangan menerbitkan SP3 atau surat perintah penghentian penyidikan bagi KPK. Karena selama ini banyak kasus di sana yang sudah bertahun-tahun tapi tak juga selesai.
“Jadi banyak kasus orang jadi tersangka, seumur hidup karena KPK tidak bisa mengeluarkan SP3. Padahal seharusnya termasuk penyidik KPK, mungkin keliru. Dan ketika dia keliru ya, dia keluarkan SP3 sebagai koreksi atas ketidakmampuannya menemui kesalahan orang. Bukannya malah orang itu terpaksa disalah-salahkan, dipaksa bersalah hanya karena KPK tidak boleh mengeluarkan SP3,” ujar dia.