Megawati bersama suaminya, Taufiq Kiemas, mulanya hidup sebagaimana masyarakat biasa. Keduanya mengelola bisnis sejumlah pom bensin di Jakarta. Bergabungnya Megawati ke kancah politik merupakan buah dari bujukan Sabam Sirait, politikus senior PDI-P. Sabam sedianya telah mengajak Mega bergabung ke parpol sejak tahun 1980.
Namun, putri Proklamator itu terus menolak. Tak menyerah, Sabam membujuk Megawati melalui suaminya. Mega pun luluh hingga akhirnya dia bersama sang adik, Guruh Soekarnoputra, memutuskan mencalonkan diri sebagai anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia atau PDI (cikal bakal PDI-P) pada tahun 1987. PDI sendiri merupakan bentuk peleburan atau fusi dari sejumlah partai politik golongan nasionalis, salah satunya Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan Soekarno. Kala itu, Megawati dipandang sebelah mata lantaran merupakan pendatang baru di politik. Namun, siapa sangka, namanya melejit menjadi primadona dalam kampanye PDI.
Megawati berhasil mendongkrak elektabilitas partai. Pada Pemilu 1987 PDI mampu merebut 40 kursi DPR, dari yang sebelumnya hanya 24 kursi pada Pemilu 1982. Sebelumnya, PDI selalu menjadi partai buntut pada setiap pemilu dengan perolehan suara tak lebih besar dari Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Popularitas Megawati juga berhasil mengantarkannya ke kursi Parlemen sebagai anggota DPR/MPR. Berkat kontribusinya itu, partai mengganjar Mega dengan jabatan Ketua PDI cabang Jakarta Pusat.