Picu Perdagangan Rokok Ilegal, Akibat Patokan Harga Rp 50.000 per Bungkus

KabarEkonomi18 Views

kabarin.co – Jakarta, Industri hasil tembakau (IHT) merupakan salah satu industri strategis bagi Indonesia. Pasalnya, industri ini menjadi penyumbang utama penerimaan cukai negara dan mampu menciptakan lapangan kerja cukup besar.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, pada tahun 2015 saja, IHT mampu memberikan pemasukan cukai mencapai Rp 139,5 triliun.

“Artinya 96 persen penerimaan cukai sangat bergantung pada IHT atau berkontribusi 11,7 persen terhadap total penerimaan pajak negara. Nilai tersebut belum termasuk penerimaan PPN yang mencapai lebih dari Rp 20 triliun dan juga pajak rokok sebesar Rp 14 triliun,” ujar Enny dalam keterangan tertulisnya, Senin (15/8/2016).

Oleh karena strategisnya posisi IHT dalam perekonomian, maka setiap kebijakan yang berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja IHT harus dilakukan dengan pertimbangan yang komprehensif.

“Apalagi jika kebijakan tersebut justru berdampak kontra produktif. Sebagaimana halnya ketika pemerintah memutuskan untuk terus menaikan cukai IHT secara masif. Akibatnya pertumbuhan penerimaan cukai justru menurun, bahkan tujuan untuk mengendalikan produksi rokok juga meleset,” tandas Enny.

Ketika kenaikkan cukai tanpa disertai infrastruktur atau law enforcement yang jelas dan tegas, maka yang terjadi justru berpotensi semakin meningkatkan peredaran rokok illegal. Dengan demikian potensi pendapatan negara justru turun dan target untuk mengendalikan produksi rokok juga tidak tercapai.

Untuk itu, ia meminta pemerintah harus bijak menanggapi usulan yang beberapa hari ini mengemuka di berbagai media untuk menaikan harga rokok menjadi Rp 50.000 per bungkus.

“Harus ada kajian yang komprehensif terlebih dahulu akan dampak dari kebijakan tersebut. Bisa jadi kebijakan tersebut justru kontradiktif. Artinya target peningkatan penerimaan cukai belum tentu tercapai, tapi justru berisiko mengganggu kinerja IHT. Jika kenaikan cukai rokok dinaikkan secara eksesif, hal ini justru berpotensi semakin meningkatkan peredaran rokok illegal,” ucap Enny.

Berdasarkan studi dari Universitas Gadjah Mada di tahun 2014, diketahui bahwa dengan tingkat cukai yang ada, perdagangan rokok ilegal telah mencapai 11,7 persen dan merugikan negara hingga triliunan rupiah.

Di semester I 2016, sebagai akibat dari kenaikan cukai sebesar 15 persen di awal tahun, volume industri tengah mengalami penurunan sebesar 4,8 persen. Karena itu, Enny mendorong pemerintah untuk fokus pada ekstensifikasi, bukan hanya fokus pada penambahan cukai di IHT saja.

“Indonesia termasuk negara yang sangat sedikit memiliki barang atau obyek kena cukai yaitu rokok, minuman beralkohol dan etil alkohol. Sedangkan di Negara-negara di kawasan ASEAN jauh lebih banyak dari Indonesia, misalnya di Singapura dan Filipina sebanyak lima barang, India delapan barang dan Thailand 11 barang. Untuk itu Pemerintah tidak usah ragu lagi untuk melakukan ekstensifikasi obyek cukai.” tutup Enny.(kom)

Baca juga:

Jangan Lupa! Naik Bajaj Gas Mulai Hari ini Gratis

Bertuliskan NKRI, Begini Desain Uang Rupiah yang Baru

Tertarik? Yuk Intip Rumah Perahu Mewah di London ini