Bandara Tanpa Pengawasan Negara di Morowali Tuai Sorotan, Pemerintah Dianggap Abaikan Kedaulatan

Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin

Padang, Kabarin,co – Pernyataan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengenai temuan bandara yang beroperasi tanpa perangkat negara di Indonesia memicu perhatian publik. Salah satu fasilitas yang disorot ialah bandara di kawasan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Isu ini dinilai bukan sekadar kelalaian, melainkan sinyal darurat bagi tata kelola pemerintahan serta kedaulatan negara.

Pengamat dari ISDS, Edna Caroline, menyebut fenomena tersebut sebagai “kebocoran strategis” yang menunjukkan adanya kegagalan struktural berkepanjangan. Analisis itu sejalan dengan perspektif Collaborative Governance (Ansell & Gash, 2008) dan teori Birokrasi Rasional-Legal Max Weber (1978), yang menekankan bahwa otoritas negara harus berdiri di atas hukum dan birokrasi yang netral. Dalam kasus Morowali, negara dinilai justru menundukkan otoritasnya demi kepentingan investasi.

banner 728x90

Dugaan Pelanggaran Hukum Penerbangan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dengan tegas menegaskan asas kedaulatan negara (Pasal 2). Namun, prinsip tersebut dinilai tidak dijalankan di bandara IMIP. Prosedur CIQ (Customs, Immigration, Quarantine) yang merupakan simbol kedaulatan di pintu perbatasan disebut tidak hadir, sehingga menghilangkan kehadiran otoritas negara di lokasi strategis tersebut.

Ketidakhadiran Bea Cukai dan Imigrasi selama bertahun-tahun dianggap menciptakan dualisme hukum—di mana hukum berlaku ketat kepada masyarakat kecil, namun tumpul terhadap korporasi besar.

Baca Juga :

Tiga Langkah Strategis Presiden Prabowo Dorong Optimisme Ekonomi RI di Tengah Tekanan Tarif Baru AS

Kolaborasi Disfungsional dan Dominasi Korporasi

Model kolaborasi ideal yang melibatkan pemerintah dan sektor non-negara seharusnya memberi ruang pengambilan keputusan bersama secara seimbang (Easton, 2017). Namun, di Morowali, kyminasi pihak pemilik modal.

Ansell dan Gash memperingatkan bahwa ketimpangan kekuatan dalam kolaborasi dapat menghasilkan manipulasi kebijakan oleh pihak yang lebih kuat. Pemerintah yang seharusnya menjadi pemegang kedaulatan justru dinilai menarik diri, memberikan ruang bagi korporasi beroperasi layaknya entitas “kebal hukum”.

Erosi Good Governance dan Lubang Hitam Pengawasan

Ketiadaan pengawasan negara di bandara IMIP disebut menghilangkan prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam good governance (UNDP, 1997). Tanpa kehadiran CIQ, bandara swasta menjadi area yang tidak dapat diawasi, membuka peluang penyelundupan volume barang, manipulasi harga (transfer pricing), serta kebocoran PNBP dan penerimaan pajak.

Di bidang keimigrasian, absennya petugas membuka potensi pelanggaran kuota tenaga kerja asing (TKA) serta gangguan pada pasar kerja lokal. Situasi ini diperburuk oleh rendahnya transparansi operasional yang memunculkan dugaan budaya pembiaran dan kemungkinan kolusi antara oknum pemerintah dengan pihak korporasi.

Kondisi tersebut digambarkan sebagai bentuk korupsi struktural, karena melemahkan sistem hukum dan wibawa negara.

Baca Juga :

Sassuolo Selamat dari Kekalahan, Jay Idzes Bermain Penuh dalam Hasil Imbang Kontra Pisa

Desakan Audit Kedaulatan

Sebagai pemegang amanat rakyat, pemerintah dinilai gagal menyeimbangkan kebutuhan investasi dengan penegakan kedaulatan. Hal ini dikhawatirkan justru menghambat upaya peningkatan penerimaan negara dan perbaikan tax ratio.

Publik didorong untuk menyuarakan tuntutan agar pemerintah mengambil langkah tegas. Pernyataan Menteri Pertahanan dinilai harus segera diikuti dengan audit kedaulatan secara menyeluruh di seluruh fasilitas strategis.

Pemerintah juga dinilai wajib menempatkan unit CIQ permanen dengan kewenangan penuh, dengan biaya operasional dibebankan kepada pengelola bandara sesuai regulasi. Keterlambatan atau ketidaktegasan pemerintah dikhawatirkan akan memperkuat persepsi bahwa negara tunduk pada kepentingan korporasi dan memperburuk kualitas tata kelola pemerintahan. ( *01 )

Baca juga :

Verry Mulyadi Sambut Mahasiswa FISIP Unand, Paparkan Pentingnya Digitalisasi Partai

banner 728x90