Mulut Manusia Bisa Jadi Sarang Penyakit Karena Asap Rokok

kabarin.co – mungkin tak tahu kalau mulut manusia adalah salah satu bagian tubuh kita yang paling kotor. Soalnya, mulut adalah ‘rumah’ jutaan kuman. Belum lama ini, penelitian di University of Louisville School of Dentistry menunjukkan embusan asap rokok bisa menambah kekotoran ini. 

Embusan asap rokok akan membuat bakteri, seperti Porphyromonas gingivalis, membangun ‘kota’ yang kuat di mulut Anda dan mengganggu daya tahan tubuh kita.Porphyromonas gingivalis adalah salah satu bakteri penyebab utama peradangan jaringan pendukung gigi.

David A. Scott, peneliti di riset ini, mencari tahu bagaimana rokok menyebabkan kolonisasi bakteri di dalam tubuh. Scott kemudian menemukan asap rokok mengandung ribuan komponen kimia. “Ribuan komponen tersebut bisa meningkatkan kolonisasi dan mengganggu sistem imun,” katanya.

Scott mengatakan sejak tujuh tahun lalu, literatur Tobacco Induced Diseases mengungkap asap rokok dan komponennya meningkatkan pembentukan biofilm oleh beberapa bakteri patogen, termasukStaphylococcus aureus, Streptococcus mutans, Klebsiella pneumonia, danPseudomonas aeruginosa. Biofilm terbentuk karena mikroorganisme cenderung menciptakan lingkungan mikro dan relung (niche) mereka sendiri.

Biofilm terdiri atas banyak kumpulan mikroba yang kompleks, berinteraksi, dan hidup bersama skruktur multispesies. Bakteri bisa membentuk biofilm di banyak permukaan, termasuk gigi, katup jantung, dan sistem pernapasan.

“Sekali bakteri patogen membuat biofilm, akan sulit untuk membasminya,” kata Scott. Soalnya, biofilm membuat pertahanan fisik untuk melawan sistem imun ‘tuan rumah’ dan kebal antibiotik.

Tak hanya itu, biofilm memungkinkan perpindahan materi genetik antarkomunitas bakteri. “Perpindahan ini bisa menyebabkan penolakan terhadap antibiotik dan menyebarkan racun yang meningkatkan infeksi,” kata Scott.

Salah satu biofilm yang paling umum adalah plak pada gigi yang bisa menyebabkan gingivitis—salah satu penyakit gusi yang ditemukan pada setengah populasi dunia—dan masih banyak lagi penyakit mulut lain hingga tingkat kronis.

“Kami masih meneruskan penelitian untuk memahami interaksi antara komunitas  dan hubungannya dengan penyakit,” kata Scott. (tmp)