UU no 31 tahun 2002 merupakan regulasi pertama yang mensyaratkan pembentukan parpol dengan kepemilikan kantor tetap dan kepengurusan di seluruh Indonesia. Kemudian UU no 2 tahun 2008 menambah beban syarat pembentukan parpol menjadi badan hukum dan dan punya kantor tetap di seluruh provinsi minimal 60 persen di seluruh Tanah Air.
UU no 2 tahun 2011 menjadi regulasi parpol yang paling berat. UU ini mewajibkan parpol punya kantor tetap di seluruh provinsi hingga kabupaten kota 100 persen.
“Kemudian kalau kita bicara hambatan terbesar kita adalah menguatnya praktik politik transaksional,” ujar Usep.
Politik transaksional, kata dia, menyasar berbagai elemen ataupun aktor kepemiluan mulai dari jual beli suara, mahar politik hingga jual beli tiket pencalonan.
“Itu belum termasuk proses transaksi terhadap suap kepada penyelenggara maupun Hakim Pemilu.” (arn)
Baca Juga:
Parpol Koalisi Diimbau Berhati-hati Perpecahan Menuju Pilpres