Kemudian, lanjut Andreas, figur yang kuat saja tidak cukup bila tidak memiliki modal sosial, mulai dari popularitas, kesukaan hingga elektabilitas. Juga tidak boleh dikesampingkan tentang mesin partai yang harus bergerak memenangi calon kepala daerah yang diusung.
Terakhir, faktor penentu Paslon menang di daerahnya adalah modal finansial yang tidak bisa dipungkiri merupakan kunci utama kemenangan Paslon.
“Jadi fenomena di atas itu fakta, sehingga bila ada salah aspek satu saja yang tidak terpenuhi ya susah bisa menang,” ungkapnya.
Anggota Komisi I DPR itu juga menyarankan Ketum Gerindra Prabowo Subianto untuk maju sebagai capres di Pilpres 2019. Sebab, hanya dengan begitu, Gerindra beserta kadernya akan mendapatkan coat-tail effect dari pencalonan Prabowo Subianto yang menurut banyak lembaga survei elektabilitasnya masih yang terkuat mengimbangi Jokowi.
“Ini rasional, kalau teman-teman semangat mendukung Prabowo karena coat-tail effectnya.”
Anggota Komisi III DPR dari F-Gerindra Wihadi Wiyanto menyatakan, pilkada bukanlah sebuah barometer untuk Pilpres 2019 karena komposisi koalisi masih bisa berkembang dan munculnya koalisi poros ketiga. Tetapi barometer yang pasti menurutnya adalah bagaimana di pilkada kemarin mesin partai berjalan sebagai acuan pilpres 2019.