“Gotong royong dari para caleg agar setiap satu caleg menempatkan saksi di minimal 50 persen TPS yang ada di dapilnya, itulah strategi kami,” ujar Sukmo saat dihubungi, Rabu (28/11).
Kekhawatiran ini dijelaskan Sukmo karena partainya memiliki pengalaman buruk ketika Pemilu 2014. Lebih dari 70 persen suara PBB hasil penghitungan suara di tempat TPS hilang. Itu terjadi karena kurangnya saksi yang disediakan partai sehingga hasil perhitungan suara di seluruh kecamatan di seluruh Indonesia terkumpul hanya 1.825.750 atau hanya 1,46 persen dari ambang batas parlemen kala itu 3,5 persen.
“Untuk Pemilu 2019 PBB tidak mau lagi kehilangan suara akibat ‘hantu’ pemakan suara,” tegas Sukmo.
Sukmo juga menjelaskan bahwa partainya sangat mendukung usulan dana saksi pemilihan umum (Pemilu) 2019 didanai negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan dikelola oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Pada Pemilu 2014, di setiap TPS maksimal 500 pemilih dan kemudian 800 pemilih saat pemilihan pilpres. Sedangkan Pemilu 2018, di setiap TPS maksimal ada 300 pemilih. Hal ini akan membuat jumlah TPS di Pemilu 2019 membengkak, yang berdampak pula pada banyaknya jumlah saksi yang harus dikerahkan peserta pemilu.