“Sejak awal set upnya harus benar. Mindset kita haruslah tetap “Semua untuk Semua” , atau All For All. Calon pemimpin yang cara berpikir dan tekadnya adalah untuk menjadi pemimpin bagi semua, kalau terpilih kelak akan menjadi pemimpin yang kokoh dan insyaallah akan berhasil,” kata SBY.
Presiden Keenam Indonesia ini juga mengkritisi gaya kampanye yang eksklusif adalah blunder yang menunjukkan kerapuhan seorang pemimpin.
“Pemimpin yang mengedepankan identitas atau gemar menghadapkan identitas yang satu dengan yang lain, atau yang menarik garis tebal ‘kawan dan lawan’ untuk rakyatnya sendiri, hampir pasti akan menjadi pemimpin yang rapuh. Bahkan sejak awal sebenarnya dia tidak memenuhi syarat sebagai pemimpin bangsa,” tegas SBY.
SBY berharap tidak aca capres yang memiliki jiwa yang suka mengadu rakyatnya sendiri. “Saya sangat yakin, paling tidak berharap, tidak ada pemikiran seperti itu (sekecil apapun) pada diri Pak Jokowi (Joko Widodo) dan Pak Prabowo,” ujar SBY.
“Saya mengaku selama menjadi mantan capres maupun mantan Presiden, tidak suka jika rakyat Indonesia harus dibelah sebagai pro Pancasila dan pro kilafah,” kata SBY. Dengan polarisasi yang dibangun seperti itu, SBY khawatir terjadi konflik yang berkepanjangan di kalangan rakyat.