Hal ini mungkin sepadan dengan lemahnya pendidikan di Indonesia yang tidak menanamkan budaya sains bagi setiap anak didiknya, melainkan hanya terfokus pada sistem kompetensi hafalan. Sehingga ilmu pengetahuan bukannya menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari seorang individu, justru kehadirannya sama sekali tidak dihiraukan, hal tersebut dapat tercerminkan oleh perilaku masyarakat Indonesia itu sendiri dalam menyikapi berbagai permasalahan, terutama yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Maka tak dapat kita elak bahwa terdapat jurang yang sangat besar antara ilmu pengetahuan dengan masyarakat awam. Untuk itulah, diperlukan suatu “jembatan‟ yang dapat menghubungkan kedua sisi yang saling berseberangan tersebut. Diperlukan adanya suatu konsep yang dapat membawakan ilmu pengetahuan ke masyarakat luas agar lebih mudah dipahami sekaligus lebih mudah diterima. Inilah yang dalam dunia kependidikan, dikenal dengan komunikasi sains.
Komunikasi sains merupakan suatu ilmu yang berfokus untuk „menerjemahkan‟ konsep ilmu pengetahuan dari sisi pemahaman ilmuwan ke masyarakat awam. Ilmuwan yang atas dasar profesionalitas, seringkali mempublikasikan hasil karyanya dalam sajian bahasa yang rumit, dan terbilang sangat jarang dari mereka yang rela meluangkan waktu untuk mengomunikasikan kembali hasil penelitiannya tersebut ke masyarakat secara luas dengan bahasa yang lebih mudah untuk dipahami. Hasilnya masyarakat akan mengalami kecenderungan untuk bersikap sangsi terhadap ilmu pengetahuan, padahal nyatanya, sadar ataupun tidak, fenomena-fenomena ilmu pengetahuan akan selalu terjadi di lingkungan sekitar. Bahkan banyak daripadanya yang berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat itu sendiri.