Misalnya, bencana gempa di Palu dan Donggala pada 2018 yang mengakibatkan jatuhnya ribuan korban jiwa, nyatanya telah diprediksi jauh sebelum kejadian tersebut terjadi. Seharusnya, dalam rentang waktu tersebut, mitigasi bencana harus digalakkan di daerah-daerah yang telah dipetakan untuk meminimalisir terjadinya kerugian baik dalam bentuk materiil maupun rohaniah. Namun, tidak adanya komunikasi yang jelas antara lembaga penelitian yang bersangkutan dengan masyarakat sekitar, sekali lagi menjadi alasan ketidaktahuan masyarakat terhadap lingkungan sekitar.
Komunikasi sains juga dapat diikutsertakan dalam pengambilan kebijakan (science based policy). Bukan menjadi rahasia lagi, bahwa banyak kebijakan-kebijakan yang dijalankan pemerintah, baik pusat maupun daerah, seringkali mengabaikan prinsip dan kaidah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan sepatutnya dapat menjadi jaminan jangka panjang, sehingga esensi dari kebijakan tersebut dapat terwujud dengan baik.
Meskipun hingga saat ini, program studi komunikasi sains hanya dapat diakses di perguruan tinggi luar negeri, namun sudah sangat jelas bahwa komunikasi sains dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi dinamika kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Komunikasi sains dapat membuka dialog antara para ilmuwan dengan masyarakat awam yang juga dapat menjadi jawaban atas permasalahan terbatasnya akses masyarakat terhadap ilmu pengetahuan. Semakin terbukanya pemikiran masyarakat akan ilmu pengetahuan, akan semakin terjamin pula kehidupan masyarakat yang bersangkutan.