Vaksin Palsu, Para Dokter Tuding Pemerintah Cuci Tangan dan Adu Domba

Kabarin.co – Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Asosiasi Rumah Sakit Indonesia (ARSI), dan Persatuan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) menggelar konferensi pers di kantor Pengurus Besar IDI di Jalan Sam Ratulangi, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (18/7).

Ketiga perkumpulan tenaga dan fasilitas medis tersebut, angkat suara terkait kasus vaksin palsu yang belakangan menjadi sorotan. Ketua Pengurus Besar IDI, Ilham Oetama Marsis mengatakan, kasus vaksin palsu yang menangkap sejumlah tenaga medis, dianggap suatu skenario cuci tangan pemerintah.

Bahkan, karena penangkapan sejumlah dokter dan tenaga medis, akhirnya menstimulasi masyarakat bahwa dokter yang bertanggung jawab atas kasus tersebut.

“Ini menimbulkan perspektif negatif terhadap profesi dokter dan fasilitas medis,” kata Ilham dalam konferensi pers di kantor PB IDI.

Akibat skenario itu, masyarakat menilai dan mendiskreditkan dokter dengan berlaku anarkitis di sejumlah tempat. Kejadian anarkistis tersebut, sudah terjadi, bahkan mengakibatkan dokter terluka karena dianiaya masyarakat.‎

“Tolong pemerintah jangan memperkeruh masyarakat. Setiap orang punya tugas, pokok, dan fungsinya (tupoksi) masing-masing. Mari tuntaskan masalah ini,” tegas Ilham.

Para medis menganggap pemerintah mengadu domba masyarakat dan para dokter yang belum tentu bersalah dalam pemakaian vaksin palsu.

“Di beberapa rumah sakit bahkan terjadi tindakan anarkis tidak hanya terhadap bangunan fisik, tapi juga kepada doker yang bertugas di fasilitas tersebut,” ujar Ketua Pengurus Besar IDI, Ilham Oetama Marsis dalam jumpa pers di kantornya, Senin (28/7).

Menurutnya, tindakan anarkis itu terjadi setelah pengumuman oleh Kementerian Kesehatan RI dan Bareskrim Mabes Polri mengenai rumah sakit dan fasilitas kesehatan lain yang terindikasi menerima vaksin palsu.

Kejadian tindak kekerasan dan anarkis terjadi di RS Harapan Bunda Jakarta Timur pada15 Juli 2016, RSIA Mutiara Bunda Ciledug pada16 Juli 2016, dan di RS Santa Elisabeth Bekasi pada16 Juli 2016.

Ini menimbulkan keresahan yang meluas di kalangan dokter dan tenaga kesehatan lain. Menurutnya, dokter yang tidak berhubungan dengan pembelian vaksin pun menjadi korban dan tindakan anarkis itu.

“Hal ini potensial berdampak buruk bagi pelayanan kepada masyarakat saat ini dan masa yang akan datang, dengan hilangnya kepercayaan masyarakat kepada dokter,” tegasnya.

Selain itu, dia menegaskan adanya dokter dalam daftar tersangka vaksin palsu yang diumumkan oleh Bareskrim Mabes Polri menimbulkan kegelisahan. (jpnn)