Klaim Kemiskinan Single Digit Manipulatif

kabarin.co – Jakarta, Keberhasilan dalam menurunkan angka kemiskinan yang diklaim terendah dalam dua dekade terakhir dinilai bias dan semu oleh politisi senior asal PKS, H. Refrizal.

Refrizal mengkritisi penurunan klaim soal angka kemiskinan sebab banyak faktor lain yang mempengaruhi angka tersebut, di antaranya bantuan sosial (Bansos) dari pemerintah, Bantuan Pangan Nontunai (BPNT) dan adanya peningkatan penyaluran program Beras Sejahtera (Rastra) yang dikeluarkan menjelang diadakannya survey.

banner 728x90

Klaim Kemiskinan Single Digit Manipulatif

Hal ini terbukti dengan naiknya dana bansos sebesar 87,6% pada triwulan pertama 2018 bila dibandingkan dengan triwulan pertama 2017.

Angka satu digit tersebut juga merupakan buah populisme pemerintah di tahun politik 2018, sebab jika ditelusuri, timing pembagian program Beras Sejahtera dan Bantuan Pangan Nontunai turut memengaruhi data kemiskinan pada survei BPS.

Hal ini membuat tingkat kemiskinan menurun bukan karena pendapatan penduduk meningkat, tapi karena derasnya bantuan sosial yang populis dan cenderung manipulatif.
“Ini bisa jadi bumerang bagi pemerintah. Jika dana bansos dikurangi, bukan tidak mungkin angka kemiskinan akan melonjak lagi. Tingginya asupan bansos juga bisa membuat masyarakat miskin menjadi manja dan ketergantungan bansos. Maka program pengentasan kemiskinan ini sebenarnya belum menyelesaikan masalah hingga ke akar.” Ujar Anggota Komisi XI DPR RI ini.

Selain itu, Refrizal menilai kinerja pemerintah mengatasi kemiskinan tidak terlalu nyata seperti yang ramai diberitakan. “Pemerintah sebaiknya tidak jemawa, sebab di balik angka satu digit itu, percepatan pengurangan tingkat kemiskinan di Indonesia kini justru terbilang lambat dibandingkan pemerintahan sebelumnya,” ujarnya

Ia menjelaskan bahwa pada 2009 – 2014 di era SBY, tingkat kemiskinan berkurang rata-rata 0,63 persen pertahun, sedangkan pada 2014 – 2018 di era Jokowi hanya berkurang 0,38 persen pertahun. Melambat rata-rata 0,25% pertahun.

“Saya pikir data menegenai angka kemiskinan dari BPS itu sangat bertolak belakang dengan keadaan di lapangan, seperti kita ketahui saat ini harga pangan seperti telur mengalami kenaikan signifikan. Saya menduga hal ini adalah bentuk politisasi pemerintah menjelang tahun politik ini” tambah politisi asal Sumatera Barat ini.

Maka dari itu, program pengentasan kemiskinan harus lebih fokus lagi sehingga penurunan kemiskinan dapat berbanding lurus dengan kualitas hidup penduduk yang tidak terus-terusan bergantung pada bantuan tunai. Pemerintah juga perlu mengkaji ulang definisi garis kemiskinan yang ditetapkan sebesar Rp 401rb/kapita atau Rp 13.400/hari. (red)

Baca Juga:

Refrizal: Demokrasi yang Berkualitas, Mendorong Ekonomi

Komunitas Wirausaha Nobatkan Refrizal sebagai Tokoh Nasional Peduli Wirausaha

Angin Segar RUU Kewirausahaan Nasional

banner 728x90