Kasus Korupsi Jalan Tol Padang-Pekanbaru, Saksi Ahli Minta Hasil Audit Kerugian Negara

Kriminal11 Views

Kabarin.co, Padang – Sidang praperadilan kasus dugaan korupsi ganti rugi lahan tol Padang-Pekanbaru terus menguap ke permukaan.

Sidang dua pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) inisial RN dan J yang jadi tersangka dilanjutkan di Pengadilan Negeri (PN) Padang, Selasa (4/1).

Sidang yang dipimpin Hakim Tunggal, Rinaldi Triandoko mendengarkan saksi ahli, yakni Pakar Hukum Pidana UI, Eva Achjani Zulfa, dan Ahli Bidang Pertahanan, Edi Purnomo.

Saksi Ahli Eva menyebut, berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016, maka Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Perubahan dan Penambahan UU Nomor 31 Tahun 1999 maka delik yang berlaku adalah delik materil yang mensyaratkan adanya akibat unsur kerugian negara.

“Kerugian negara itu harus dihitung berdasarkan audit investigasi yang dilakukan pihak berwenang. Kerugian negara menjadi bagian penting dalam proses penegakkan pidana korupsi,” katanya.

Eva mengibaratkan seperti kasus pidana pembunuhan yang membutuhkan alat bukti korban harus meninggal dunia terlebih dahulu.

“Kalau korban masih sekarat, itu kan bukan kasus pembunuhan namanya. Begitu juga dengan kasus korupsi, harus ada kerugian negara yang jelas dan pasti,” kata Eva.

Ia menerangkan dalam kasus pidana korupsi, prosesnya dimulai dari penyelidikan dan dilanjutkan ke penyidikan hingga ditetapkan tersangka. “Muaranya adalah penetapan tersangka,” jelas Eva.

Ia juga mengatakan, penyidikan adalah pengumpulan data untuk menentukan calon tersangka dalam suatu peristiwa.

“Kalau semua sudah berjalan pada mestinya, maka berikutnya penetapan tersangka. Jadi tersangka itu terakhir atau berada di ekornya,” katanya.

Selain itu, Eva menyebutkan, untuk perpanjangan penyidikan itu tidak lazim. Sedangkan, hasil laporan dari suatu intelijen, itu hanyalah bukti awal. “Laporan intelijen itu, tidak ada nilainya,” tegasnya.

Dalam sidang yang digelar cukup panjang ini, saksi membeberkan, untuk menentukan kerugian negara itu harus dibuktikan.

“Kalau kerugian negaranya wanprestasi bisa melalui perdata, tetapi kalau kelalaian harus dikembalikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan,” ujarnya.

Tak hanya itu, Endi Purnomo, Saksi Ahli Bidang Pertanahan juga menuturkan, kata dapat itu harus dihapus, sehingganya untuk menentukan suatu kerugian haruslah pasti.

Ia menjelaskan dalam proses pengadaan tanah, jika terjadi kekeliruan dalam pembayaran ganti rugi tanah, maka pihak yang bertanggungjawab adalah penerima ganti rugi.

Ia menegaskan sesuai peraturan Kepala BPN Nomor 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah yang salah satu isi pernyataan pertanggungjawaban dari pemilik tanah sebagai penerima ganti rugi adalah.

“Apabila dikemudian hari ternyata ada pihak-pihak lain yang mempunyai/memiliki hak atas tanah tersebut, kami bersedia menanggung segala akibat dari penyerahan tanah/pelepasan hak,” katanya.

Endi menuturkan, pengadaan tanah itu sudah ada yang mengaturnya. “Misalkan saja harus ada dokumen yang jelas,” imbuhnya.

Endi juga menjelaskan, pelaksanaan pengadaan tanah dilakukan oleh BPN. “Jadi nantinya BPN Provinsi membentuk Ketua dan Satgas A dan B, dimana mempunyai tugas yang berbeda-beda. Selain itu, tugas dari Satgas A dan B membantu pelaksana pengadaan tanah,” tuturnya.

Setelah mendengarkan keterangan kedua saksi, Hakim Tunggal Rinaldi Triandoko menyebutkan sidang akan dilanjutkan Kamis (6/1) dengan agenda putusan.

“Sidang dilanjutkan Kamis depan dengan agenda putusan,” tutup Rinaldi. (hen)