Kemudian, Arby melanjut studinya ke Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta tahun 1953. Pada saat di ASRI yang kini dikenal Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta inilah, seorang Arby menimba ilmu melukis dan sketsa dari pelukis ternama, Hendra Gunawan.
Dia memang lebih dikenal sebagai pematung dibanding melukis. Padahal, sejak dulu kedua aktivitas seni itu tetap berjalan beriringan. Semasa di ASRI Yogyakarta, dia juga pernah menjadi pelukis jalanan dengan lukisan-lukisan realis di titik ikon terkenal kota Yogyakarta, yakni Jalan Malioboro dan Stasiun Tugu.
Lukisan Arby dipuji banyak tokoh-tokoh seni Indonesia, seperti Sudarso, Widayat, Trubus, dan Hendra Gunawan. Karir seninya kian bersinar, hingga menggelar pameran tunggal di Galeri Lontar, Duta Fine Art Foundation, dan Galeri Nasional Indonesia. Karyanya, Minangkabau menjadi koleksi Galeri Nasional Indonesia.
Buah Tabah Dihantam Badai
Tak ada pokok tanpa dihantam badai. Risiko hidup di dunia, banyak yang cinta banyak yang benci. Begitu pula hidup yang dirasai Arby Samah. Pada tahun 1955-1957, saat karirnya menanjak, karya-karyanya pernah dicaci-maki banyak kalangan seniman dari aliran realisme-sosialis.