Bukan saja akses kelola, sambung Mahyeldi, kolaborasi WRI dengan Pemprov Sumbar juga telah mendorong lahirnya unit-unit usaha berbasis kehutanan di pinggir hutan, dan berkembangnya komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu yang mendukung ketahanan pangan di Sumbar.
Beberapa unit usaha yang telah berkembang tersebut antara lain, KUPS Agroforestri, KUPS Ekowisata, KUPS Madu Galo-Galo, KUPS Asam Kandis, dan lain sebagainya.
“Tercatat pada 2020, pendapatan petani hutan Rp1,5 juta rupiah per bulan. Pada tahun 2021 meningkat jadi Rp1,7 juta. Tahun 2022 meningkat lagi jadi Rp1,9 juta, serta pada tahun 2023 berdasarkan hasil survei pendapatan petani hutan Sumbar menjadi Rp 2,3 juta/bulan,” sebut Mahyeldi lagi.
Selain itu, Pemprov Sumbar juga telah mengesahkan Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perhutanan Sosial.
Serta, untuk mendukung pengelolaan data dan informasi Perhutanan Sosial, Pemprov telah membangun Sistem Informasi Perhutanan Sosial Sumatera Barat (SIPS SUMBAR), yang menyajikan data progres Perhutanan Sosial dan perkembangan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) di dalamnya.