Reformasi Hukum : Wiranto vs Teten

Nasional5 Views

kabarin.co – Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) adalah korban pertama dari puncak rivalitas reformasi hukum dalam kabinet Pemerintahan Jokowi-JK.

tetens1

Menjelang dua tahun pemerintahan Jokowi-JK, ditandai dengan penggerebekan pungutan liar (pungli) di lantai enam dan 12 Gedung Kementerian Perhubungan, Jakarta. Barang bukti sekitar Rp 60 juta rupiah. Semuanya berkaitan dengan perizinan administrasi kelautan. Lalu bergulirlah isu soal reformasi hukum, Jokowi lebih banyak bicara soal pungli. Di antara ribut-ribut itu terselip isu soal berkas yang kasus aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib yang hilang. Tuduhannya, pada saat pemerintahan SBY lah berkas itu hilang.

Tentu saja, kubu SBY berang. Hari ini (25/10/2016) secara khusus SBY dan Sudi Silalahi di Cikeas, Jawa Barat, menjelaskan soal berkas itu, dan menangkis tuduhan menghilangkan berkas Munir. Bahkan acara itu disiarkan secara langsung oleh televisi swasta yang berafiliasi ke TransMedia, CNN Indonesia.

Menurut sumber kabarin.co, munculnya isu berkas Munir hilang pemerintahan pada saat pemerintahan SBY, adalah puncak rivalitas reformasi hukum yang dibentuk dua kubu dalam pemerintahan Jokowi-JK ; Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, Wiranto dan Kepala Staf Kepresidenan, Teten Masduki.

Kubu reformasi hukum Wiranto, didukung oleh Guru Besar Universitas Padjadjaran Romli Atmasasmita, Guru Besar Universitas KrisnaDwipayana, Jakarta, Indriyanto Seno Adji dan beberapa purnawirawan militer. Sedangkan kubu Teten didukung oleh Guru Besar Universitas Gajah Mada, Eddy O.S Hiariej, pakar hukum tata negara Refly Harun, aktivis anti korupsi Zainal Arifin Muchtar dan beeberapa tokoh lainnya. Menurut sumber kabarin.co, mencuat kasus Munir mengarah ke SBY keluar berasal dari kubu Teten. Sedangkan untuk kasus ini kubu Wiranto lebih berhati-hati. “Kubu Wiranto ingin reformasi hukum berlangsung smooth dan tak grasa-grusu menyalahkan orang lain, berbeda dengan Teten,”ujar sumber tersebut.

Adanya dua kubu, seperti ini menurut salah seorang anggota tim independen, yang dititipkan ke refromasi hukum kubu Wiranto, membuat tujuan reformasi hukum Jokowi tak efektif. Kapolri Jenderal Tito Karnavian, dalam rapat di Kantor Menko PolHuKam pernah mengusulkan, empat hal yang perlu dipersiapkan agar hukum efektif.  Pertama rezim hukumnya, acuan hukumnya sesuai dengan keinginan masyarakat. Kedua, aparat penegak hukumnya secara kualitas dan kuantitas baik. Ketiga yang juga perlu diperbaiki adalah sarana dan prasarana pendukung yang memadai. Terakhir, masyarakat ikut mendorong proses penegakan hukum. “Nah, para aktivis harus ikut serta mengawasi reformasi hukum ini agar bisa berjalan efektif dan sesiau dengan tujuannya untuk kepentingan publik,”katanya pada acara Dialog Kapolri dengan Aktivis Lintas Generasi di PempeKita, Tebet, Jakarta kemarin malam (24/10/2016).