Tim Dosen dan Dokter Asal Bandung Membuat Alat Detektor DBD

kabarin.co – Bandung , Tim dosen dan dokter dari dua kampus negeri di Bandung sedang membuat alat pemeriksaan cepat penyakit demam berdarah dengue (DBD) untuk pasien.

Alat bernama Uji Dengue itu ditargetkan sebagai alat lokal pengganti benda serupa yang kini masih impor. Harganya ditargetkan berkisar Rp 20-30 ribu per buah.

Tim tersebut terdiri atas lima orang. Dari lima orang itu, tiga orang merupakan dosen dari Program Studi Kimia Institut Teknologi Bandung, yakni Dessy Natalia, Ihsanawati, dan Fernita Puspasari. Sedangkan dua lainnya adalah Sukwan Handali, seorang peneliti yang bekerja di Center for Disease Control & Prevention (CDC)di Atlanta, Georgia, Amerika Serikat, dan Bachti Alisjahbana, dokter spesialis penyakit dalam di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, dan pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.

Menurut Bachti, kit atau alat tersebut dapat memastikan empat jenis stereotipe umum dengue penyebab demam berdarah. Ketika pasien datang dengan gejala demam, kit Uji Dengue dipakai untuk memastikan apakah sakit yang diderita demam biasa atau demam berdarah.

“Dengan tes kit, hanya 15 menit hasil diketahui,” kata Bachti. Sesuai aturan, hanya dokter yang boleh melakukan uji itu.

Alat detektor DBD tersebut prinsip kerjanya seperti alat uji cepat (rapid test) untuk kehamilan, gula darah, kolesterol, lipid, serta urine. Proses selanjutnya, pasien diminta memeriksakan diri ke laboratorium. “Untuk memastikan berat atau ringannya DBD, seperti pemeriksaan kadar trombosit dan hemoglobin,” ujar Bachti.

Memakai sampel darah pasien, setiap alat Uji Dengue tersebut berisikan selembar membran yang telah dilapisi anti-dengue NS1 antigen capture pada daerah garis tes. Anti-dengue NS1 antigen-colloid gold conjugate dan serum sampel akan bergerak sepanjang membran menuju daerah garis tes (T) dan membentuk suatu garis yang dapat dilihat sebagai bentuk kompleks antibody-antigen-antibody gold particle. 

Alat uji tersebut memiliki dua garis hasil, yakni garis tes (T) dan garis kontrol (C), yang akan selalu muncul jika prosedur tes dilakukan dengan benar dan bahan reagen dalam kondisi baik. Jika hanya terbentuk segaris pada area garis kontrol (C), pasien dinyatakan negatif DBD. Tanda pasien positif DBD jika terbentuk dua garis pada posisi area garis T dan C. “Kalau ada antibodi terhadap virus DBD, muncul garis horizontal berwarna merah kebiruan,” tutur Dessy Natalia. Hasil invalid dan perlu tes ulang jika tidak terbentuk garis pada area garis C.

Peracik bahan alat deteksi itu adalah tim peneliti dari Program Studi Kimia ITB. Riset bersama tersebut dirintis sejak 2007. Menurut Dessy Natalia, saat ini masih dilakukan persiapan bahan dan menuju pengujian sampel pasien. Mereka menargetkan bisa menghasilkan ratusan ribu kit per tahun dengan menggandeng mitra sebuah produsen obat di Bandung.(tem)

Baca Juga:

MOGE BMW Dengan Harga Selangit

Mark Zuckerberg Merilis Aplikasi Khusus Kaum Muda Bertajuk “Lifestage”

Toyota C-HR Bakal Menjadi Pesaing HR-V