Cerita Salah Satu Buruh Angkut di Pelabuhan Muncar Sakit Bayar Sendiri

Sudar memiliki kelompok yang beranggotakan 7 orang. Tenaga mereka digunakan oleh kapal ikan dengan inisial BS. “Ya yang utama ngurusin kapal BS. Kalo sudah ya baru bisa bantu-bantu kapal lain,” ungkap Sudar.

“Ya disyukuri. Minimal Rp 100.000. Tapi enggak tiap hari dan itu kalau ada ikan. Beberapa tahun ini kan paceklik ikan. Enggak ada ikan. Ya enggak dapat apa-apa. Kapal yang pulang engak bawa ikan. Terus mau angkut apa? Paling ya angkut-angkut mesin tanpa dibayar,” kata dia.

Sudar pernah bercerita ia pernah jatuh sakit hingga dua bulan tak bisa bekerja. Ia hanya pasrah dan mendapatkan bantuan dari dari teman-temannya sesama buruh angkut. Ia mengaku tak memiliki BPJS atau jaminan kesehatan lainnya.

Saat periksa ke mantri swasta, ia harus mengeluarkan uang sendiri. “Kan kita sama Bos kan lepas. Kalo sakit ya sudah enggak kerja. Bayar sendiri kalo periksa.,” kata dia. “Berat kerja seperti ini. Minimal ikan yang dibawa 10 ton paling banyak 60 ton.

Ya kita berdelapan ini yang angkut ke pabrik,” kata Sudar. “Kalau ditanya jam berapa kerja ya ngikutin kapal siap. Ini kita nunggu perintah buat angkut balok es untuk dimasukkan ke kapal,” ungkap dia. Selain sebagai pengisi, Sudar mengaku juga bekerja sebagai buruh tani serta mengelola tanahnya sendiri yang tak seberapa luas.