“Pada saat kegiatan, Doni Rahmat Samulo menjabat sebagai Plt. Sekda dan Plt. Bupati Solok Selatan. Penunjukan pada pokja 7 dilakukan karena beban berat di pokja 5 yang tidak melakukan peninjauan ulang terhadap lelang yang diaplod, sehingga banyak dokumen terpotong,” ungkapnya pada Kamis (6/2/2025).
Ia menambahkan bahwa sejak awal kasus ini bergulir, penasihat hukum terdakwa sudah menduga bahwa dakwaan JPU tidak mendasar untuk Doni Rahmat Samulo.
Dalam persidangan, keterangan ahli dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), DR. Feri Tanjung, tidak dapat menjelaskan aturan pasti mengenai larangan mengganti pokja. Tidak ditemukan satupun kalimat yang mengatur hal tersebut dalam Perlem LKPP Nomor 12 Tahun 2021 maupun Perkes Nomor 16 Tahun 2018.
Tak hanya itu, ahli auditor internal Kejati Sumbar, Abdi Hidayat, yang menggunakan metode wawancara untuk menghitung kerugian negara, mengakui bahwa beliau tidak mewawancarai Doni Rahmat Samulo.
Menurutnya, Doni tidak terlibat dalam perhitungan kerugian negara.