Menurut kajian BMKG sejauh ini, sambungnya, pihaknya belum mendapatkan kesimpulan sama sekali.
Tapi, ia menjelaskan, gempa thrust memang dipicu tumbukan lempeng tektonik di Samudra Hindia yang mengakibatkan gesekan antar-lempengan disusul adanya patahan (thrust).
“Saat itulah terjadi release energi, lewat batuan dan tanah yang kemudian dirasakan sebagai gempa,”
“Lalu maksimum 5 menit setelah gempa bumi, instrumentasi dan processing kami bisa menganalisis lokasi, magnitude, kedalaman, apakah berpotensi tsunami atau tidak. Dan 10 menit kemudian bisa memperbaharui data,” paparnya.
Dalam jarak waktu tersebut, akan lebih banyak sensor yang bisa mengirimkan informasi.
Itulah sebabnya, katanya, 2 jam setelah perkiraan datangnya tsunami menjadi perkiraan waktu setelah 5 menit pertama, menjadi durasi peringatan dini tsunami.
“Baru setelah dua jam tidak terjadi tsunami, peringatan akan diakhiri. Dan itu terjadi di manapun, di negara manapun,” katanya.
Dwikorita menambahkan, beradasarkan catatan BMKG, dalam satu tahun, setidaknya terjadi tak kurang dari 6.000 kali gempa di Indonesia.