Sementara Liverpool, walau secara permainan tim asuhan Juergen Kloop itu sedang bagus-bagusnya, tetapi mereka akan menemuai situasi dan nuansa berbeda jika sudah berada di final Liga Champions.
“Liverpool sudah cukup lama tak merasakan atmosfir final Liga Champions. Terakhir mereka merasakan final tahun 2006/2007, saat dikalahkan AC Milan. 11 tahun tak merasakan final, kemudian menghadapi tim yang dalam tiga tahun terakhir jadi finalis dan juara, tentu tak mudah bagi Liverpool.”lanjut Nil.
Selain itu, Nil melihat komposisi kedua tim sebenarnya cukup berimbang dan sama-sama menyimpan pemain kunci yang bisa merubah keadaan. Kedua tim juga mempunyai pemain-pemain berkelas dunia atau level atas Eropa. “Tapi penentu juaranya adalah faktor psikologis, mental juara, dan DNA Liga Champions itu sendiri.”tutup Nil. (*)
