Dampak Kebijakan Pemangkasan Anggaran Belanja Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Pengantar Presiden Prabowo pada Sidang Kabinet Paripurna, Kantor Presiden, 22 Januari 2025. (Foto: Ist)

Jakarta, – Pertumbuhan ekonomi Indonesia dinilai berisiko terdampak oleh kebijakan pemangkasan anggaran belanja pemerintah pusat sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025.

Presiden Prabowo Subianto meminta menteri dan pimpinan lembaga negara untuk memangkas belanja tak prioritas sebesar Rp 306,69 triliun.

banner 728x90

Kebijakan ini bertujuan meningkatkan efisiensi anggaran, tetapi dapat menimbulkan risiko jika tidak dikelola dengan tepat.

Ekonom sekaligus Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), Telisa Aulia Falianty, menyatakan bahwa potensi tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi akan muncul jika kebijakan ini salah sasaran.

Sebagai contoh, alokasi anggaran untuk program dengan efek rambatan jangka pendek yang minimal, seperti perjalanan dinas, dapat memengaruhi sektor transportasi dan perhotelan.

“Program makan bergizi gratis (MBG), misalnya, memiliki efek ganda, tetapi efek tersebut membutuhkan waktu untuk terlihat. Sebaliknya, pemangkasan anggaran perjalanan dinas yang langsung berdampak pada ekonomi sektor transportasi dan perhotelan dapat menyebabkan risiko penurunan pertumbuhan ekonomi di 2025,” jelas Telisa.

Telisa juga menegaskan bahwa beberapa kebijakan yang dipangkas sebenarnya telah menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Meskipun MBG memiliki potensi jangka panjang, dampaknya tidak langsung terlihat.

Oleh karena itu, Telisa mengingatkan pentingnya penelitian mendalam untuk memastikan kebijakan ini benar-benar mendukung pertumbuhan secara menyeluruh.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, menyatakan bahwa pemangkasan anggaran seharusnya fokus pada efisiensi dan efektivitas untuk memastikan penggunaan dana yang optimal.

Menurutnya, alokasi anggaran yang mendukung swasembada pangan dan energi lebih berdampak pada masyarakat luas dibandingkan program bersifat temporer.

“Dana yang dialokasikan untuk program jangka panjang seperti swasembada pangan lebih penting untuk mendukung keberlanjutan pertumbuhan ekonomi dibandingkan program temporer,” ujarnya.

Esther juga menyoroti perlunya indikator kinerja utama (KPI) untuk memastikan bahwa realokasi anggaran benar-benar efektif.

“Evaluasi dengan indikator kinerja yang jelas sangat penting untuk menilai apakah APBN telah tepat sasaran atau belum. Misalnya, alokasi belanja modal yang lebih besar dapat mengurangi risiko penurunan pertumbuhan ekonomi dibandingkan belanja rutin,” tegasnya.

Dalam diktum ketiga Inpres 1/2025, Presiden Prabowo menginstruksikan seluruh kementerian dan lembaga untuk mengidentifikasi efisiensi anggaran, terutama belanja operasional seperti pemeliharaan, perjalanan dinas, dan pembangunan infrastruktur.

Namun, pemangkasan ini tidak mencakup belanja pegawai dan bantuan sosial, sehingga diharapkan dapat menjaga keseimbangan pengeluaran tanpa menimbulkan dampak signifikan pada masyarakat. (***)

banner 728x90