Proyek normalisasi Sungai Ciliwung dilakukan di sepanjang 19 kilometer mulai dari Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan sampai dengan Manggarai, Jakarta Timur. Dengan pengerukan, pelebaran sungai, dan pembangunan turap beton di sisi kanan-kiri bantaran sungai.
“Betonisasi justru membuat air makin kencang sehingga tidak terserap dan terhambat. Selanjutnya, akan banyak sedimentasi saat musim hujan dan arus air yang bertambah kencang, namun saat musim kemarau tidak banyak air karena langsung menyusut,” bebernya.
Dampak lainnya, lanjut Joga, ekosistem di tepian sungai akan mati karena sisi kanan-kiri bantaran sungai di beton. Binatang liar, di antaranya ular, biawak, dan lainnya akan mati yang selanjutnya akan mempengaruhi ekosistem.
Hal tersebut, kata dia, terjadi di negara-negara di Eropa pada dasawarsa ’80-an dimana negara-negara di sana membeton bantaran sungai.
“Saat itu terjadi ledakan penyakit lingkungan, ekosistem mati, dan warga di sekitar sungai terkena penyakit,” terang dia.
Lebih jauh, imbuhnya, saat negara-negara Eropa meninggalkan betonisasi, membongkar beton di sisi sungai, dan mengembalikan vegetasi alami sungai dengan restorasi sungai, Jakarta justru melakukan sebaliknya.