Opini  

Bang Arsyad, Jangan Sampai Quatrick!

Dalam beban Riau yang maha hebat itulah, Arsyahjuliandi Rachman melanjutkan estafet kepemimpinan. Saya mengenal sosok ini sebagi tokoh yang tak banyak bicara, piawai dalam menjalankan roda organisasi, terutama dalam posisi sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Pemenangan Pemilu DPP Partai Golkar wilayah Sumatera. Beberapa kali saya berada dalam pesawat jet pribadi dari atau menuju lapangan Halim Perdana Kusuma di Jakarta, bepergian dengan Ketua Umum DPP Partai Golkar Ir Aburizal Bakrie. Sepenting apapun keputusan partai yang diambil, Bang Andi – biasa saya memanggil, tetapi kini baiklah diganti menjadi Bang Arsyah – tetap saja berkomentar: “Itu keputusan para dewa.” Lalu ia tersenyum dalam raut tersembunyi. Senyum khas yang tak bisa ditiru siapapun.

Baca Juga :  Masjid Syeikh Ajlin Palestina Karya Ridwan Kamil Sudah Digunakan intuk Tarawih

Bersama Bang Andi Achmad Dara, seorang penghulu bergelar Datuk dari Suku Piliang di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Bang Arsyah memerankan dengan elok tugas-tugas pemenangan pilkada sejak 2010 sampai pemilu 2014.  Beliau juga terpilih sebagai anggota DPR RI, sebagaimana Bang Andi Achmad Dara yang ibunya perempuan Minang dan ayahnya bersuku Bugis. Mau gimana, Bang Arsyah memang secara etnis adalah Minangkabau, tetapi ia lahir di Kota Pekanbaru, pada tanggal 8 Juli 1960. Ayahnya, sebagaimana diingat oleh Annas Makmun (Atuk) yang saya temui di Penjara Suka Miskin, Bandung, adalah pemilih otobus (perusahaan angkutan bus antar provinsi) Sinar Riau yang terkenal itu. Etnis yang ada dalam bulu seseorang – meminjam istilah Tabrani Rab (Pak Ngah): “Bulu yang ada di sekujur tubuh saya adalah bulu orang Arab” – bukan berarti bentuk politik identitas. Bulu adalah penanda dan sekaligus petanda dalam membedakan dan tak merobotkan seorang manusia.