Opini  

Bang Arsyad, Jangan Sampai Quatrick!

Malamnya, Bang Arsyad mampir ke hotel tempat saya menginap, lalu mengajak untuk minum kopi di kedai kaki lima bersama sejumlah mahasiswa dan aktivis. Mahasiswa dan aktivis adalah dua komponen yang selalu saya undang datang, ke kota manapun saya bepergian. Kebersahayaan dan kesederhanaan Bang Arsyad tak terlihat dibuat-buat. Tapi memang, kekakuannya sebagai pejabat publik terlihat kentara. Sosok yang lebih nyaman memanggul tas ransel di tengah lalu lalang kesibukan dunia ini – begitu saya lihat kalau ia sudah turun dari pesawat dan lepas dari “aturan” protokoler – seakan berkata tapi tak terucap: “Jabatan ini amanah yang membebani kepala, bahu dan punggung saya, lho.”

Baca Juga :  Ratusan Hektar Lahan Sawit Terbakar di Kecamatan Silaut Pessel

Aturan protokoler bisa saja membuat seorang pemimpin terasa berjalan dengan mimpi-mimpi pribadinya, sementara rakyat tersaruk dengan air mata dan nasib peruntungan badan diri. Mungkin karena wajahnya yang kaku, atau tak berminat belajar pantomin, apalagi menonton stand up comedy di layar televisi, membuat sosok Bang Arsyad tak selincah ketika menjadi dirinya sendiri.