RUU Ciptaker dan Pembangunan Sektor Telekomunikasi

kabarin.co – RUU Cipta Kerja hadir dengan semangat untuk menghadirkan kemudahan berusaha yang akan menciptakan lapangan kerja dan pada akhirnya diharapkan dapat membawa kemakmuran bagi seluruh masyarakat. Dalam RUU Cipta Kerja terdapat 79 Undang-Undang (UU) dan 1200 pasal lebih yang akan terdampak. Dengan adanya RUU Cipta Kerja, UU No. 38/2009 tentang Pos, UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi, dan UU No. 32/2002 tentang Penyiaran akan diubah untuk kemudahan bagi masyarakat, terutama pelaku usaha dalam mendapatkan perizinan berusaha dan kemudahan persyaratan investasi dari sektor pos, telekomunikasi, dan penyiaran.

Baca Juga :  Fokus di Infrastruktur, Pembangunan Manusia Indonesia Dinilai Lemah

Mengingat kekhasan sektor telekomunikasi yang salah satunya adalah keterbatasan spektrum frekuensi yang dapat dimanfaatkan, maka UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi telah menetapkan bahwa sektor telekomunikasi memegang peran strategis dan menguasai kepentingan dan hajat hidup orang banyak yang sesuai amanat pasal 33 UUD 45. Selain itu Pasal 28F UUD 1945 juga mengamanatkan bahwa akses komunikasi dan informasi adalah hak semua orang. Maka semangat deregulasi dan debirokratisasi yang dibawa RUU Cipta Kerja guna menggenjot investasi dan pertumbuhan ekonomi harus tetap sejalan dengan kedua amanat konstitusi ini.

Baca Juga :  Seleweng Dana COVID-19, Kadinkes Payakumbuh Ditetapkan Tersangka

RUU Ciptaker dan Pembangunan Sektor Telekomunikasi

Oleh karena itu, dari draft RUU Ciptaker BAB III perlu dicermati hal-hal sebagai berikut. Pertama, memperhatikan aspek insentif dalam pembangunan infrastruktur telekomunikasi. Misalkan terkait besaran tarif yang diatur pemerintah di pasal 28 RUU Ciptaker, sebaiknya ditekankan aspek penyehatan industri itu sendiri serta adanya formula tarif berbasis biaya untuk menghindari perang tarif yang berpotensi merusak kompetisi. Hal ini guna menjaga keberlanjutan pembangunan infrastruktur telekomunikasi itu sendiri.