MANAJEMEN BISNIS UNTUK PERTANIAN INDONESIA

Opini19 Views

Manajemen Bisnis untuk Pertanian Indonesia

Oleh: Imelda Felicia D.

 

Lahir di tahun 2004, saya sebagai generasi Z selalu digadang-gadang untuk bisa mengubah dan memajukan Indonesia ke arah yang lebih baik. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi saya untuk semakin bersemangat dalam berkontribusi bagi Indonesia. Berbagai ide dan keinginan selalu berseliweran di benak saya, namun belum ada satu pun yang benar-benar konkret. Setidaknya sebelum muncul berita dari Tempo yang mengatakan bahwa tahun 2020 kemarin, impor sayur Indonesia menyentuh angka Rp11,55 triliun, sedangkan impor buah mencapai Rp22,55 triliun. Tidak dapat dipungkiri, berita ini menimbulkan tanda tanya besar sekaligus menjadi tamparan keras bagi bangsa Indonesia yang disebut-sebut sebagai negara agraris dengan total luas lahan persawahan mencapai lebih dari 7 juta hektare.

Menurut Dirjen Hortikultura Prihasto Setyanto, hal itu disebabkan karena pasokan sayur dan buah dalam negeri masih tidak dapat memenuhi kebutuhan nasional. Produksi bawang putih Indonesia tahun kemarin saja hanya mencapai 88.000 ton, padahal kebutuhan bawang putih kita mencapai 580.000 ton per tahun. Mau tidak mau, fakta ini cukup menguras otak saya yang biasanya memikirkan tentang bisnis apa yang akan saya buka ketika lulus dari sarjana manajemen bisnis nanti.

Sebagai calon lulusan sarjana manajemen bisnis, saya sering mencari informasi di internet mengenai bisnis apa saja yang sedang strategis. Ternyata, agrobisnis kerap muncul di rekomendasi saya. Agrobisnis sebenarnya tidak terbatas pada mengolah lahan pertanian saja, tetapi juga membangun perusahaan yang mengelola hasil produksi serta pemasarannya. Lulusan jurusan manajemen bisnis, yang diajarkan berbagai teknik berbisnis, mulai dari manajemen keuangan hingga teknik pemasaran, berarti masih bisa membuka agrobisnis. Jika dipikirkan lagi, bisnis ini juga bisa menjadi jalan untuk meningkatkan produksi, pengolahan, serta pemasaran sayur dan buah lokal sehingga Indonesia tidak perlu impor lagi. Seperti anak yang ingin membahagiakan orang tuanya, saya memutuskan untuk membuka agrobisnis demi memajukan pertanian lokal.

Kisah miliarder Sandi Susila semakin meyakinkan saya dengan bisnis ini. Dengan usianya yang masih 27 tahun, Sandi telah menggerakkan lebih dari 300 petani untuk mengelola total 120 hektare lahan. Dengan bekerja sama, ia membeli hasil pertanian para petani, mengumpulkannya, dan menjualnya kembali ke konsumen akhir dalam jumlah besar, misalnya ke perhotelan.

Dengan agrobisnis ternyata saya bisa berkolaborasi dengan berbagai kalangan sekaligus menyerap ratusan tenaga kerja Indonesia. Dengan gelar S.M.B di tangan, saya bisa bekerja sama dengan sarjana agroteknologi, sarjana pertanian, dan sarjana terkait lainnya dalam menjalankan bisnis ini. Selain itu, saya juga bisa membuka lapangan pekerjaan bagi mereka yang tak bersarjana namun lihai dalam masalah tanam-menanam dari berbagai generasi.

Kolaborasi juga memberikan semakin banyak peluang untuk agrobisnis saya maju dan berkembang. Lulusan sarjana terkait pertanian tentunya akan banyak mengenal teknologi serta teknik-teknik yang canggih. Mereka bisa berperan sebagai konsultan bagi para petani sekaligus pengelola lahan. Teknologi dan teknik canggih akan menghasilkan produksi yang lebih berkualitas, dalam jumlah yang lebih besar, serta akan memakan waktu lebih singkat sehingga Indonesia tidak akan perlu mengimpor sayur dan buah lagi. Selain itu, saya akan berperan dalam memonitor proses produksi, mengatur proses pengolahan. serta menangani proses pemasarannya agar produk-produk agrobisnis saya terolah dan terdistribusikan dengan baik dan merata.

Sebagai pelengkap, saya juga ingin mendistribusikan produk-produk dengan sistem ramah lingkungan sehingga bisa meminimalisasi polutan. Untuk setiap toko offline, saya akan menyediakan produk-produk tanpa kemasan, sehingga pembeli bisa membawa wadah dari rumah sebagai kemasan dan penggunaan kemasan plastik bisa dikurangi. Sedangkan untuk toko online, saya akan mengemas produk menggunakan daun yang berlapis sehingga tetap aman.

Saya percaya bukan hanya saya, melainkan banyak generasi muda Indonesia yang menginginkan hal yang sama. Entah dari jurusan manajemen bisnis ataupun jurusan pertanian, dengan bersama-sama, kita berpotensi dalam memajukan agrobisnis ramah lingkungan dalam negeri. Kata-kata “impor sayur dan buah” tidak akan pernah terpikirkan lagi. Para petani akan erat dengan kata “sejahtera”. Begitu pula Indonesia sendiri yang akan mengalami kemajuan pesat.

(ed/L)