Di hari pertama kuliah di Universidad de Educacion Fisica de Lisboa, ia berkata pada dosennya. “Aku sedang belajar menjadi pelatih sepakbola, dan aku tidak tahu apa yang sedang aku lakukan di kelas Anda.”
Sang dosen menjawab: “Kalau kamu mau jadi seorang pelatih yang hebat, kamu tidak boleh cuma tahu tentang sepakbola.” Mourinho kemudian mengatakan, “He was a teacher of philosophy. I got the message,” kenang Mou.
Intinya, semua pelatih tahu tentang sepakbola, karena pelajaran yang mereka dapatkan saat mengambil sebuah lisensi kepelatihan sama saja. Perbedaannya ditentukan di bidang lain, yang justru lebih menentukan.
Jika kita melihat Mourinho, faktanya dia bukan cuma pelatih hebat tapi juga seorang pemimpin yang luar biasa. Pelatih yang melatih dengan cara yang tidak biasa. Menghadapi setiap laga dengan rencana matang. Ada persiapan forensik, sangat memperhatikan detail berdasarkan sport science. Spesialisasi yang dia pelajari saat kuliah.
Tapi yang membuat dia spesial dibanding pelatih lain, karena dia punya ilmu sebagai seorang “master manipulator”. Cermati bagaimana dia memanfaatkan media untuk menyampaikan pesannya. Entah itu untuk memancing reaksi pemain, membuat pemain menjadi fokus, membuat bingung atau lengah lawan, bahkan menyalahkan dirinya sendiri biar para pemainnya bangkit di pertandingan berikutnya.