Tapi perlahan-lahan orang mulai melihatnya bukan sekadar pelatih biasa. Dia boleh jadi seorang pemimpin yang sudah jarang kita temui. Dia bukan pemimpin yang manja, yang mengundurkan diri karena pemainnya bukan materi terbaik seperti pelatih sebelumnya.
Dia melihatnya bukan sebagai masalah, tapi sebagai tantangan. Bahkan ketika satu persatu pemainnya pergi karena dilarang klub, dia tetap bertahan memanfaatkan pemain yang ada dan meramunya dengan keberanian.
Di saat timnya diserang, dihina dan dilecehkan sebagai tim tarkam, tidak berkualitas dan bukan pemain dan pelatih terbaik, Nil maju ke depan dan memasang badan dengan sebuah pernyataan tegas, layaknya seorang pemimpin.
Etos kerja minang juga kental dalam prinsip hidup Nil. Kerja keras adalah sebuah keharusan. Jangan juga tanyakan nasionalisme Nil. Baginya nasionalisme adalah pengabdian yang tak bisa di tolak. Teguh memegang prinsip. “Ketika masih ada yang mau memakai lambang Garuda, ketika itu negara kita masih merdeka,” Kata-kata seorang nasionalis yang tak ragu memberikan hormat untuk para suporter di tribun.