Ya, sudahlah, bagi saya perjalanan dengan Airlangga lebih menantang, sekalipun tak menjamin keberlanjutan penggunaan keahlian dan profesionalitas saya di bidang pemerintahan. Saya tak banyak “mengeluhkan” itu, apalagi sampai mengadukan nasib kepada petinggi partai. Saya sudah terbiasa hidup susah dengan mengandalkan jari-jemari dan akal pikiran dalam mencari nafkah, toh?
Kehilangan satu Mas Tommy dan kedatangan satu Yuddy menurut saya adalah bagian dari pembentukan formasi-formasi penting dalam perjalanan partai-partai politik di Indonesia. Saya masih membayangkan andaikan Bang Ferry Mursidan Baldan juga ikut kembali ke Partai Golkar, alangkah banyaknya senyum di Slipi. Sebab, Bang ferry juga yang “melarang” saya untuk ikut muncul sebagai deklarator Ormas Nasional Demokrat, walau sering ikut dalam diskusi pembentukan platformnya. Bang Ferry melihat: “IJP belum cukup Golkar – malah lebih banyak muncul sebagai PAN-nya (mengingat saya pernah menjadi pengurus DPP PAN dan sekaligus menjadi asisten politik Bang Faisal H Basri)”, sehingga bagaimana mungkin ia menjadi Nasdem?”