Area makam sendiri sangat bersahaja di undakan yang dibuat sekitar setinggi satu meter. Kendati makam sang pahlawan dipasangi keramik, tapi area makam itu hanya ditembok kasar, tanpa keramik. Di empat sudut dipasangi bendera merah putih yang sudah kusam, mungkin sudah berhujan berpanas ditiangnya, siang dan malam tak pernah diturunkan.
Begitupun bendera kecil yang terbuat dari seng yang di tancapkan di kepala Makam Tan Malaka, tak kalah kusamnya, karena sudah berkarat. Sehingga tak jelas lagi warna merah putihnya. Benar-benar pahlawan kesepian, sampai detik ini.
Tan Malaka (2 Juni 1897)
Siapa yang tak akan meringis, dan terhenyak saat membuka lembaran sejarah, tentang sosok Tan Malaka. Berpuluh-puluh tahun nama tokoh ini absen dari buku-buku sejarah Indonesia. Namanya hanya samar-samar terdengar dalam penulisan sejarah perjuangan bangsa.
Padahal, perannya sungguh tak kecil bagi bangsa ini, untuk seseorang yang mendapat gelar “Bapak Republik Indonesia”. Dia tokoh pertama yang menggagas secara tertulis Konsep Republik Indonesia. Ia menulis Naar de Republiek Indonesia (menuju Republik Indonesia ) pada 1925, jauh lebih dulu dibanding Mohammad Hatta yang menulis Indonesia Vrije (Indonesia Merdeka) 1928, dan Bung Karno yang menulis Menuju Indonesia merdeka, 1933.