Sedangkan saat ia masih di Indonesia, Tan pernah jatuh cinta kepada satu-satunya siswi perempuan di sekolahnya saat itu, yakni Syarifah Nawawi. Alasan Tan Malaka tidak menikah adalah karena perhatiannya terlalu besar untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Buku-buku karya Harry Poeze dijadikan sebagai referensi para guru untuk dapat mentransformasikan nilai-nilai perjuangan Tan Malaka.
Buka jilid keempat karya Harry Poeze menjadi sebuah rujukan dalam literatur sejarah Indonesia mengenai sosok pahlawan yang lihai menghilang dari kejaran penjajah yang ingin membungkam suaranya.
Sosok dan sejarah Tan Malaka memang pernah dibungkam dalam sejarah Indonesia, bahkan gagasannya yang tertuang dalam buku dijadikan stigma. Namun, seperti ucapannya ketika ditangkap polisi Hongkong pada 1932: “Ingatlah bahwa dari dalam kubur, suara saya akan lebih keras daripada dari atas bumi.”
Perkataan itu terwujud bahwa setelah kematian misteriusnya, beberapa kalangan mencoba menguaknya dan menyuarakan pikiran-pikiran Tan Malaka melalui karya tulisnya, antara lain Materialisme, Dialektika, dan Logika (Madilog; 1943), Menuju Republik Indonesia (Naar de Republiek Indonesia; 1925), dan Gerilya, Politik, dan Ekonomi (Gerpolek; 1948).