2017 Tahunnya Ustad Somad, Dai Milenial: Menyeruak dari Tanah Melayu dan Antitesa Jakarta Bukanlah Segalanya.

Demikian pula orang yang dibesarkan di majelis pengajian. Ia akan terikat pada selera tertentu. Ini pula yang bisa dijelaskan mengapa Somad kena gangguan di Bali dan di PLN. Majelis itu memiliki keseimbangan yang terbatas dan terikat. Berbeda dengan dunia sosmed yang bebas, asalkan tidak memfitnah dan melanggar hukum.

Somad, sebagai orang yang dibesarkan di sosmed, begitu lepas saat berbicara. Bahkan ada kalanya kelebihan, seperti saat berbicara “hidung pesek” terhadap Rina Nose – aih rupanya nose alias hidung memang menjadi brand tersendiri bagi Rina. Salah satu ciri ulama Sumatra adalah tak ada tabu berbicara politik.

Hal itu bisa dilihat pada ulama-ulama di Minang dan Aceh. Ini karena di Sumatra ada pepatah “adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah”. Sehingga sejarah ulama dan kekuasaan sudah menyatu dalam kesultanan-kesultanan di Sumatra. Varian ini tentu berbeda dengan sejarah dan tradisi di Jawa, di mana ulama tak ada di jantung kekuasaan. Ulama di keraton-keraton Jawa – kecuali Cirebon, Banten, Demak, dan Pajang yang bukan mainstream di peradaban Jawa – berada di pinggiran kekuasaan, bahkan menjadi pelegitimasi sultan belaka. Karena itu tradisi ulama di Jawa adalah melayani kekuasaan.

Baca Juga :  Anggit Kurniawan Nasution, Magnet Baru Kaum Milenial untuk Masa Depan Pasaman