Somad tak ada dalam tradisi seperti di Jawa itu. Sehingga ia berbicara lepas saja saat berbicara politik dan kekuasaan. Di tengah situasi politik saat ini – terjadi ketegangan politik antara santri dan kekuasaan – maka ceramah Somad menjadi kontekstual. Ini mengingatkan kita pada ceramah Zainuddin MZ, dai Betawi. Betawi berada dalam tradisi Banten, karena itu Zainuddin sangat fasih berbicara politik – hal ini bisa dijejaki pada ulama besar Betawi KH Abdullah Syafii.
Zainuddin sendiri mengaku gaya ceramahnya mengikuti Buya Hamka yang logis, diselingi humor mengikuti KH Idham Chalid, dan bergaya orator seperti Bung Karno. Namun Zainuddin adalah tipikal dai yang dibesarkan podium dan kehidupan politik yang represif. Karena itu Zainuddin memompakan perlawanan. Tak heran jika suatu masa ia berkolaborasi dengan penyanyi Iwan Fals dan penyair WS Rendra – keduanya mewakili figur cadas.
Setelah Zainuddin kita mengenal Aa Gym. Aa Gym besar dalam tradisi dakwah di majelis taklim. Gayanya akrab dan keseharian. Ia juga mewarisi varian Sunda yang lembut dan ngepop. Saat itu awal era reformasi. Indonesia dalam kondisi zigzag. Butuh dai yang bisa menjadi penenang dan pemberi motivasi dalam kehidupan yang tak menentu. Derai lelehan air mata sering menghiasi jamaahnya setiap mendengarkan ceramah Aa Gym. Setiap masa memang memiliki tantangannya tersendiri. Dan Somad mewariskan dakwah era milenial: egaliter, independen, bebas, berisi, dan menghibur. Sekarang eranya berekspresi sambil tertawa dan dalam keimanan.(*)